TUGAS IMMUNOLOGI
NON HODGKIN LIMFOMA
O
L E H
DWI RAHAYU .K (F1F1
10 069)
NENENG TRIVIANANDA (F1F1 10 029)
AFRIZI RISKY HUSAIN (F1F1 10 035)
EVI WULANSARI S. (F1F1
10 053)
LAODE NAJAMUDDIN (F1F1 10 043)
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Limfoma
non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah bening karena itu mudah menjalar
ke tempat-tempat lain disebabkan kelenjar getah bening dihubungkan satu dengan yang
lain oleh saluran-saluran getah bening. Kanker kelanjar
getah bening atau limfoma adalah sekelompok penyakit keganasan yang bekaitan
dan mengenai sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh yang membentuk pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi
dan kanker.
Limfoma
merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak sepertiga leukemia
dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10
tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering
bila dibandingkan wanita dengan perbandingan 2,5 : 1. Angka kejadiannya setiap
tahun diperkirakan meningkat dan di USA 16,4 persejuta anak dibawah usia 14
tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti.
Di indonesia, terdapat beberapa kasus yang
terjadi pada kanker Non-hodgkin’s lymphoma. Contohnya yaitu Limfoma
non-Hodgkin dari sinus sphenoid menyebabkan kelumpuhan saraf
terisolasi oculomotor. WHO memperkirakan sekitar 1,5 juta orang di dunia
saat ini hidup dengan NHL dan 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini tiap
tahun. Sekitar 55 persen dari NHL tipenya agresif dan tumbuh cepat.
NHL merupakan kanker tercepat ketiga pertumbuhannya setelah kanker kulit
dan paru-paru. Angka kejadian NHL meningkat 80 persen dibandingkan tahun
1970-an. Setiap tahun angka kejadian penyakit ini meningkat 3-7 pesen. NHL
banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia 45-60
tahun.
.Untuk lebih lanjut mengenai penyakit kanker Limfoma non-Hodgkin dan
kasus-kasusnya yang sering terjadi serta cara pengobatan penyakit ini dapat
dijelaskan dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dikaji pada makalah
ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) ?
2. Dimana
saja lokasi kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
3. Bagaimana
klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
4. Apa
penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
5. Bagaimana
gejala limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
6. Jelaskan
stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
7. Bagaimana
diagnosis limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
8. Bagaimana
terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
9. Sebutkan
contoh-contoh kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
dan bagaimana terapinya?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
2.
Untuk mengetahui dimana saja lokasi
kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
3.
Untuk mengetahui
bagaimana klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
4.
Untuk mengetahui
apa penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
5.
Untuk mengetahui bagaimana gejala
limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
6.
Untuk mengetahui stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
7.
Untuk mengetahui bagaimana diagnosis
limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
8.
Untuk mengetahui
bagaimana terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
9.
Untuk mengetahui contoh-contoh
kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
dan bagaimana terapinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limfoma maligna non
hodgkain (LNH) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat. LNH adalah sekelompok penyakit heterogen. Sel ganas pada penyakit LNH
adalah sel limfosit yang berada pada salah satu tingkat deferensiasinya dan
berproliferasi secara banyak.
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya) (Shike, 1996).
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya) (Shike, 1996).
Limfoma merupakan golongan
gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan
dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma Burkitt.
Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok
penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV,
tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh
virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik
sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul
penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain (Soeparman, 1990).
Sistem limfatik berperan
pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada
penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali
kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang
menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam
perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak
meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan
lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun
juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang
sama
(Mansjoer dkk, 1999).
Sebaliknya, bertambahnya
aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung
mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian
dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa
oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam
tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh,
tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat
melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini
dan evaluasi lebih lanjut secara langsung (misalnya hitung darah lengap, biakan
darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap
terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. (Santoso,
2004). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan
tumur mame diambil melalui operasi dengan anestesi
umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah
operasi (Soeparman,
1990). Anestesi umum menyebabkan mati rasa
karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi (Soeparman, 1990). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek
pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan
tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Santoso, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Limfoma
Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer
limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat
jarang) berasal dari sel NK (“natural killer”) yang berada dalam
sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan
klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan
penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari
sel B dan yang lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi
secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH
berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B
memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya
Non-hodgkin’s lymphoma (NHL/LNH)
adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Sel ganas
pada NHL adalah sel limsosit yang berada pada salah satu tingkat
diferensiasinya dan berproliferasi secara banyak. Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit
B (Reksidoputro, 1996). Menurut
golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : LNH derajat
keganasan rendah, LNH derajat keganasan menengah, dan LNH derajat keganasan
tinggi.
LNH derajat keganasan rendah tidak harus diobati sedangkan LNH
derajat keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati karena dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa bulan saja. Karena itu pcncntuan golongan
histologis dan stadium penyakit merupakan hal yang tcrpcnting dalam
penatalaksanaan penderita limfoma non-Hodgkin.
Sekitar 50% penderita LNH yang berobat di Subbagian Hematologi-Onkologi Medik Bagian Itmu Penyakit Dalam FKUI-Dibacakan pada:
Simposium Lekemia dan Limfoma Malignum, Padang, 25 Juli 1992
RSCM berusia antara 40 sampai 60 tahun. Tidak ada perbedaan berarti antara jumlah penderita yang berusia an tara 40 sampai 50 tahun dan yang berusia antara 50 sampai 60 tahun. Pria lebih sering dijangkiti penyakit ini bila dibandingkan dengan wanita, yaitu 1,7 kali lebih sering. Perbandingan antara pria dan wanita yang terlihat di Jakarta sesuai dengan apa yang terlihat pada orang Barat. Tempat jangkitan pertama penyakit ini adalah seperti terlihat dari namanya, tentu saja kelenjar getah bening, yaitu pada sekitar 73%.
RSCM berusia antara 40 sampai 60 tahun. Tidak ada perbedaan berarti antara jumlah penderita yang berusia an tara 40 sampai 50 tahun dan yang berusia antara 50 sampai 60 tahun. Pria lebih sering dijangkiti penyakit ini bila dibandingkan dengan wanita, yaitu 1,7 kali lebih sering. Perbandingan antara pria dan wanita yang terlihat di Jakarta sesuai dengan apa yang terlihat pada orang Barat. Tempat jangkitan pertama penyakit ini adalah seperti terlihat dari namanya, tentu saja kelenjar getah bening, yaitu pada sekitar 73%.
B.
Lokasi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Non-Hodgkin
lymphoma umumnya terjadi karena adanya lymphocyte yang bersifat kanker pada
kelenjar limpa, tetapi kondisi ini dapat juga menyebar ke bagian lain dari
sistem lymphatic. Termasuk pembuluh lymphatic, amandel, adenoid, limpa, timus
dan sumsum tulang. Kadang-kadang kondisi ini juga terjadi pada organ diluar
sistem lymphatic. Keterlibatan dinding dada lebih umum di NHLs sebagai akibat
dari tambahan langsung dari penyakit dari mediastinum. Kadang-kadang, dinding
dada adalah situs utama limfoma extranodal. Biasanya muncul sebagai lesi
merusak tulang rusuk atau vertebra tubuh dengan jaringan lunak sekitarnya
massa. Pleura mungkin terlibat dengan tambahan langsung dari dinding dada
bersebelahan massa atau paru-paru penyakit. Paru-paru parenchyma adalah situs
umum keterlibatan oleh extranodal NLHs.
Pada 53% penderita
yang berobat di FKUI-RSCM, penyakit ini mulai pada kelenjar Idler, pada 16%
mulai pada kelen jar getah bening inguinal, dan 4% mulai pada kelenjar getah
baling aksila. Pada 19,0% penderita penyakit ini mulai pada jaringan limfoid di
luar kelenjar getah bcning yaitu 9% pada cincin Waldeyer, 10% pada traktus
gastrointestinal (jejas Peycri). Hanya pada 8% penyakit ini mulai pada jaringan
non- imfoid
(jaringan orbita, tulang dan lain-lain).
Dalam perjalanan
penyakit penderita, metastasis pada daerah intratorakal timbul pada 12,6%
penderita, pembcsaran limpa tcrjadi pada 10,7%, metastasis tulang terjadi pada
8%. Pada 26,5% penderita, ukuran diameter sudah melebihi 10 cm. Lima puluh
dclapan pencil (58%) pendcrita tidak dapat lagi mengerjakan pekerjaan sehari-harinya dan
harus berada di tempat tidur selama 50% dari waktunya atau lebih. Gejala
klinis, yaitu demam (38°C tanpa gejala infeksi) dan penurunan berat badan (10%
dalam waktu 6 bulan), ditemukan pada 35% penderita.
C.
Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin
(LNH/NHL)
Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang rumit dan sukar, yang
kerap menggunakan istilah-istilah yang dimaksudkan untuk tujuan yang
berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan diadakannya perbandingan yang bermakna
antara hasil dari berbagai pusat penelitian. Terdapat lebih dari 20 klasifikasi
yang berbeda untuk NHL. Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai
dan diterima di banyak pusat kesehatan adalah formulasi praktis (“Working Formulation”/WF)
dan REAL/WHO (Revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms).
WF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun
belum menginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologis
klinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan
tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL
beranjak dari karakter imunofenotif (sel B, sel T dan sel NK) dan analisa
“lineage” sel limfoma. Klasifikasi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku
cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medik.
NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit
seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia Waldenström. Biasanya kelainan
timbul lambat, dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini biasanya bisa
dikontrol dengan kemoterapi oral. Seseorang dengan limfoma derajat rendah,
jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait
dengan infeksi Helicobacter pylori dan memberikan respon terhadap antibiotik.
Sampai saat ini, belum tersedia penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan
hidup median adalah 8 – 10 tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini
adalah penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas yang cepat. Pasien
dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositik-nodular, pada awalnya cenderung
berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan sekitar 60 – 80 % insiden
terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan
nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat yang diserang pada
15 – 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik merupakan limfoma derajat
tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP. SSP juga merupakan daerah yang
sering terkena pada pasien relaps dengan penyakit stadium IV bersama daerah
lain yang sebelumnya terkena. Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat
agresif dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespon terhadap kemoterapi
dan berpotensi untuk sembuh. Dengan kemoterapi intensif, 20 – 40 % pasien
berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya meninggal karena penyakit ini.
Tabel : perbedaan antara LNH indolen dan
agresif.
|
Limfoma non Hodgkin
indolen
|
Limfoma non Hodgkin
agresif
|
Proporsi
|
40% – 50%
|
50% – 60%
|
Pertumbuhan
|
Lambat
|
Cepat
|
Penjelasan
|
Sering tidak kelihatan
gejala pada saat diagnosis; diagnosis bisa kapan saja dalam berbagai kasus
|
Gejala kelihatan sebelum
diagnosa
|
Pengobatan
|
Kadang tidak butuh
secepatnya
|
Biasanya butuh secepatnya
|
Outcome
|
Respon baik terhadap
pengobatan, namun kadang bisa kambuh
|
Respon sangat baik
terhadap pengobatan, lebih mudah disembuhkan
|
D.
Penyebab dan Faktor
Resiko Limfoma Non-Hodgkin
(LNH/NHL)
Etiologi (penyebab) LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko
terjadinya LNH antara lain :
Imuno Defisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich
syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan
Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia
poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
Agen
Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan
lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang
terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga
dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders
(PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
Paparan
Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
Diet dan
Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.
E.
Gejala Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Gejala awal yang dapat dikenali adalah
pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau
selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Gejala Limfoma
Non-Hodgkin
Gejala
|
Penyebab
|
Kemungkinan timbulnya
gejala
|
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah |
Pembesaran kelenjar
getah bening di dada
|
20-30%
|
Hilang nafsu makan
Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung |
Pembesaran kelenjar
getah bening di perut
|
30-40%
|
Pembengkakan tungkai
|
Penyumbatan pembuluh getah bening di
selangkangan atau perut
|
10%
|
Penurunan berat
badan
Diare Malabsorbsi |
Penyebaran limfoma
ke usus halus
|
10%
|
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura) |
Penyumbatan pembuluh getah bening di
dalam dada
|
20-30%
|
Daerah kehitaman dan menebal di kulit
yang terasa gatal
|
Penyebaran limfoma ke kulit
|
10-20%
|
Penurunan berat
badan
Demam Keringat di malam hari |
Penyebaran limfoma
ke seluruh tubuh
|
50-60%
|
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah) |
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran |
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
|
Mudah terinfeksi oleh bakteri
|
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar
getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
|
20-30%
|
F.
Stadium Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Dokter harus mengetahui
tingkatan (tahapan) limfoma non-Hodgkin untuk merencanakan pengobatan yang terbaik.
Tahapan ini berdasarkan lokasi tempat sel-sel limfoma ditemukan (di kelenjar
getah bening atau di organ atau jaringan lain) dan jangkauan area yang terkena.
Tahapan limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
- Stadium I: Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening (misalnya di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak berada dalam kelenjar getah bening, tapi hanya pada satu bagian jaringan atau organ tubuh saja (misalnya di paru-paru, tapi tidak di hati atau di sumsum tulang).
- Stadium II: Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah bening, pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah). Atau, sel-sel limfoma ini berada di organ tubuh dan di kelenjar getah bening di sekitarnya (pada sisi yang sama seperti diafragma) Mungkin ada sel-sel limfoma di kelompok kelenjar getah bening yang lain di sisi diafragma yang sama.
- Stadium III: Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas dan di bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di sekitar kelompok kelenjar getah bening ini.
- Stadium IV: Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di kelenjar getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
G.
Diagnosis Limfoma Non-Hodgkin
(LNH/NHL)
Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada
sistem getah bening. Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi
hasilnya, para dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang
diserang limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan
(biopsi) yang terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna
khusus dan diamati melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel
serta penampakan nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam
beberapa tingkatan yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat
sedang untuk penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran
yang sangat cepat. Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized tomography
scan) dan gambar MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan
HIV berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ
tubuh. Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi
sumsum tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke sumsum
tulang, tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah
dengan mengambil sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan mikroskop
untuk melihat ada-tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir, gambaran
beberapa ronsen khusus dapat berguna untuk melihat struktur kelenjar getah
bening yang membengkak dan memeriksa suplai darah dan getah bening pada
kelenjar tersebut. Proses ini disebut lymphangiography, memerlukan cairan
berwarna biru yang dapat terlihat dengan sinar X. cairan itu disuntikkan pada
pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian dengan menggunakan sinar X akan
terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika cairan itu melewatinya.
H.
Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Kemoterapi. Kemoterapi terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat
keganasan sedang-tinggi dan pada stadium lanjut.
1.
Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk
membunuh sel kanker dan mengecilkan ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya
diberikan untuk limfoma derajat rendah dengan stadium awal. Namun kadang-kadang
dikombinasikan dengan kemoterapi pada limfoma dengan derajat keganasan sedang
atau untuk terapi tempat tertentu, seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi
penderita limfoma:
·
Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan
mengarahkan sinar ke bagian tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini
bersifat lokal karena hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja.
Sebagian besar penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk dirawat 5 hari
dalam seminggu, selama beberapa minggu.
·
Radiasi sistemik: Beberapa penderita
limfoma akan mendapat suntikan bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh
tubuh. Bahan radioaktif itu akan terikat pada antibodi yang menargetkan dan
menghancurkan sel-sel limfoma
2.
Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi
dosis tinggi, yaitu pada kasus kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk
limfoma derajat sedang-tinggi yang kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang dengan limfoma
yang kambuh dapat memperoleh transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk yang membentuk darah memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis
tinggi, terapi radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum
tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui
tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di area dada atau
leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil
transplantasi ini. Tranplantasi sel induk dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa
didapatkan dari pasien sendiri
3.
Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam
pertumbuhan, maka dokter mungkin akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma
yang tumbuh lambat dengan gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi
selama satu tahun atau lebih.
4.
Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui
oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah
rituximab. Rituximab merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system
imun mengenali dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi
dengan kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.
5.
Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma
non-Hodgkin. Obat yang telah mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi
adalah ibritumomab dan tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal
bersamaan dengan isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel
kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel
6.
Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan
obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini disebut terapi sistemik
karena obat akan mengalir di sepanjang aliran darah. Obat dapat mencapai
sel-sel kanker di hampir seluruh bagian tubuh.
Kemoterapi dapat mulut, melalui pembuluh darah balik,
atau di ruang antara sumsum tulang belakang. Pengobatan biasanya berupa rawat
jalan, baik di rumah sakit/klinik atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap
di rumah sakit selama pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.
Jika pasien menderita limfoma di lambung
akibat infeksi Helikobaktor, dokter dapat mengobati limfoma ini dengan
antibiotika. Setelah infeksi sudah disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.
Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma
Non-Hodgkin.
Sediaan
|
Obat
|
Keterangan
|
Obat tunggal
|
Klorambusil
Siklofosfamid |
Digunakan pada limfoma tingkat rendah
untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
|
CVP (COP)
|
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin) Prednison |
Digunakan pada limfoma tingkat rendah
& beberapa limfoma tingkat menengah untuk mengurangi ukuran kelenjar
getah bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan obat tunggal |
CHOP
|
Siklofosfamid
Doksorubisin (adriamisin) Vinkristin (onkovin) Prednison |
Digunakan pada
limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
|
C-MOPP
|
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin) Prokarbazin Prednison |
Digunakan pada limfoma tingkat menengah
& beberapa limfoma tingkat tinggi
Juga digunakan pada penderita yang memiliki kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi doksorubisin |
M-BACOD
|
Metotreksat
Bleomisin Doksorubisin (adriamisin) Siklofosfamid Vinkristin (onkovin) Deksametason |
Memiliki efek racun yg lebih besar dari
CHOP & memerlukan pemantauan ketat terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP |
ProMACE/CytaBOM
|
Prokarbazin
Metotreksat Doksorubisin (adriamisin) Siklofosfamid Etoposid bergantian dengan Sitarabin Bleomisin Vinkristin (onkovin) Metotreksat |
Sediaan ProMACE bergantian dengan
CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP |
MACOP-B
|
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin) Siklofosfamid Vinkristin (onkovin) Prednison Bleomisin |
Kelebihan utama adalah waktu pengobatan
(hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP |
I.
Kasus-Kasus Penyakit Limfoma Non-Hodgkin Serta Treatment Disease
1.
Limfoma non-Hodgkin
dari sinus
sphenoid (Park dkk, 2007).
Seorang
wanita 53 tahun disampaikan kepada kantor rawat jalan Neurology dengan sejarah tiga bulan sakit kepala dan diplopia. Tidak ada riwayat demam, penurunan
berat badan, atau noc-turnal berkeringat. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes, hipertensi, atau penyakit saraf dan faktor risiko untuk
stroke. Tidak ada bruits serviks atau limfadenopati di, daerah supraklavikula serviks atau ketiak yang dihargai. Pemeriksaan neurologis mengungkapkan palsy occulomotor saraf lengkap kiri, dengan posisi ptosis, mydriasis dan luar dari mata kiri. Hasil yang tersisa dari pemeriksaan fisik berada dalam batas normal. Semua laboratorium serum dan nilai-nilai hormonal berada dalam rentang normal.
Treatment disease ;
Pertama-tama yang dilakukan adalah scan MRI menunjukkan lesi jaringan
lunak homogen menduduki sinus sphenoid kiri dan menyerang gua-ous sinus kiri (Gambar 1). Massa tersebut homogen ditingkatkan
dengan suntikan Gadolinium, dan
tidak ada perpanjangan intradural tumor tercatat. Sebuah lesi-ruang strategis
di dalam sinus sphenoid, seperti karsinoma, mucocele, atau adenoma hipofisis ektopik, diduga sebagai diagnosis awal.
Selama operasi terbuka, sinus sphenoid kiri berisi pembuluh darah tumor gembur merah, yang dibiopsi. Bagian
beku dari biopsi intrasurgical didiagnosis sebagai kompatibel dengan
tumor sel kecil bulat. Diagnosis histologis terakhir adalah limfoma non-Hodgkin, dif-sekering besar B-tipe sel, yang
memiliki seragam, bulat-ke-oval dengan kromatin inti vesikuler dan satu atau beberapa nukleolus mencolok. Sel-sel tumor positif untuk CD20 dan negatif untuk CD3 (Gambar 2).
Pasien dirujuk ke onkologi medis untuk pementasan
karya-up, termasuk biopsi sumsum tulang dan tomografi emisi positron (PET),
yang semuanya negatif. Pasien menerima kemoterapi yang terdiri dari delapan
siklus CHOP (siklofosfamid, adriamisin, vincris-tine (Oncovin), dan prednison)
dengan Rituximab pembantu. Setelah enam siklus kemoterapi, kelumpuhan saraf
diamati sebelumnya kiri ketiga benar-benar diselesaikan. Tidak ada luka
meningkatkan dicatat pada tindak lanjut MRI 6 bulan pascaoperasi (Gambar 3).
Pasien saat ini sedang rutin tindak lanjut bulanan di klinik onkologi medis.
Awal klinis penyajian kelumpuhan saraf oculomotor
terisolasi tanpa defisit neurologis tambahan langka, dan sifat dari tumor, yang
menduduki sinus sphenoid, adalah sebuah situs jarang didokumentasikan limfoma
non-Hodgkin. Untuk pengetahuan kita, hanya ada enam kasus didokumentasikan dari
limfoma primer non-Hodgkin sphenoidal di literature. Karakteristik klinis
kasus-kasus ini teringkas pada Tabel 1. Ada total enam laki-laki dan satu
perempuan didokumentasikan dalam literatur, termasuk kasus kami. Usia rata-rata
adalah 48 tahun (kisaran 5-78). Menyajikan gejala termasuk sakit kepala,
gangguan visual dan cra-nial keterlibatan saraf.
2.
Non Hodgkin Limfoma pada Lidah (Patte, 1997).
Seorang
pasien laki-laki 40 tahun yang disajikan dengan riwayat pembengkakan perlahan-lahan
tumbuh di batas lateral kanan lidah 2 bulan lamanya. Dia tidak memiliki gejala lainnya seperti penurunan
demam, keringat malam, berat badan. Pemeriksaan setempat mengungkapkan 5cm
x 4cm jejas
nodular melibatkan perusahaan batas lateral
bagian kanan lidah (Gambar 1). Bagian lain
dari rongga mulut, orofaring,
dan leher normal. Pemeriksaan sistemik termasuk pernapasan, sistem jantung,
saraf perut dan
tengah normal. Investigasi:
Hb 12.4gm%, TLC
8,2 x 103 /
uL, DLC trombosit
L P-80% 20% dari 2,17 x 106 / uL. Dada radiograf, kepala,
leher dan perut tomografi
komputer normal. Pemeriksaan
CSF biasa-biasa saja.
Treatment disease ;
Pemeriksaan histopatologi jejas lidah mengungkapkan
sel bulat discretely ditempatkan dengan hiperkromik tidak teratur inti, nukleolus
mencolok, hanya sedikit sampai sedang jumlah sitoplasma
(Gambar 2). Immuno-histokimia evaluasi positif
untuk LCA dan CD
20 (Gambar 3)
dan negatif untuk cytokeratin (CK), CD-3, Vimentin, S-100 sugestif dari tipe B
Non Primer Besar
Hodgkin Limfoma sel.
Ia dipentaskan sebagai
IE. Dia mengenakan
CHOP (cyclophosphamide, vincristine, adriamisin, prednisolon) kemoterapi. Posting siklus pertama
kemoterapi, lesi sepenuhnya
menghilang. (Gambar 4). Lebih lanjut, ia
menerima 3 siklus lebih CHOP, setelah itu
ia tidak muncul untuk radioterapi
berikutnya.
3.
Non-Hodgkin Limfoma Paru-Paru (Kara, 2002).
Seorang
pria 69 tahun itu disebut dengan diagnosis karsinoma
sel skuamosa bronchogenic
diperoleh bronchoscopic sakit atanother biopsi. Dia disajikan dengan dada dan sakit punggung dari dua bulan lamanya. Ia telah menjadi pekerja di pabrik kaca selama 15 tahun dan perokok selama 45 tahun. Pada
pemeriksaan fisik, suara napas yang berkurang pada zona kiri bawah paru-paru. Selain itu, ia memiliki edema pretibial jelas di sisi kanan, yang disebabkan prosedur angiografi, dilakukan delapan
tahun sebelum masuk dan lesi hiperkeratosis di bagian belakang kakinya. Data laboratorium berada dalam
batas normal. Chest X-ray menunjukkan konsolidasi pneumonia pada
zona kiri bawah (Gambar 1). Pada computed tomography (CT), suatu hipodens, massa soliter, berukuran 6x4x3 cm terlihat di segmen posterabasal dari
lobus kiri bawah (Gambar 2). Metastasis oemeriksaan adalah negatif. Bronkoskopi
tidak menunjukkan lesi endobronkial.
Pemeriksaan
sitologi dari lavage bronchoalveolar dan sputum tidak definitif. Sebuah lobektomi kiri
bawah dengan diseksi kelenjar getah bening mediastinum dilakukan. Pemeriksaan histologi menunjukkan limfoma paru
primer tanpa keterlibatan
kelenjar getah bening baik hilus atau
mediastinum (Gambar 3). Pewarnaan imunohistokimia dengan CD20, CD23, CD 43, CD79a menunjukkan positif pada sel limfoid, dan mengungkapkan lowgrade limfoma zona B marjinal utama sel paru-paru (Gambar 4). Pasien dirujuk ke onkologi medis untuk kemoterapi lanjut.
Treatment disease ;
Limfoma yang paling utama
paru-paru timbul dari jaringan mukosa terkait limfoid (MALT) dari bronkus, yang diyakini
menjadi konstituen normal dari pohon bronkial manusia dan jaringan yang diperoleh dalam menanggapi paparan jangka panjang terhadap rangsangan antigenik berbagai seperti
merokok , infeksi, atau gangguan autoimun. Secara konsisten, temuan
bahwa, MALT tidak biasanya ditemukan di dalam lambung tetapi
dikaitkan dengan gastritis Helicobacter pylori kronis, mendukung saran ini. Proliferations limfoid reaktif seperti pseudolymphoma, pneumonitis
interstitial limfoid, granulomatosis lymphomatoid,
dan bronkiolitis folikel secara morfologis sulit
dibedakan dari tumor primer ganas limfoid. Kerja terbaru menetapkan
bahwa banyak dari lesi sebenarnya bisa limfoma ganas.
Munculnya
teknik imunohistokimia untuk
mendeteksi monoclonality telah diselesaikan banyak
kontroversi mengenai definisi tumor limfoid paru-paru. Sebuah klasifikasi direvisi neoplasma limfoid termasuk limfoma MALT diusulkan. Saat ini, klasifikasi pementasan yang digunakan untuk limfoma ekstranodal adalah sebagai berikut:
a. Tahap IE : Keterlibatan paru-paru hanya (bisa bilateral)
b. Tahap II 1E : Lung
dan kelenjar getah bening hilus
c. Tahap II 2E : Lung dan kelenjar getah bening mediastinum
d. Tahap II 2EW : Paru dan dinding dada berdekatan
atau diafragma
e.
Tahap III : Keterlibatan paru-paru dan kelenjar getah bening di bawah diafragma
f. Tahap IV : Keterlibatan difus dari satu atau lebih organ atau jaringan extralymphatic.
Sebagian besar pasien dengan limfoma paru primer tidak menunjukkan gejala pada presentasi dan penyakit ini sering ditemukan pada rontgen dada
skrining. Gejala, jika ada, umumnya tidak spesifik kecuali yang dominan
sedikit kelainan pernapasan
seperti batuk, dyspnea, nyeri dada, dan hemoptisis. Kasus kami adalah gejala dan disajikan dengan
nyeri dada.
Penampilan roentgenographic limfoma paru biasanya digambarkan sebagai massa alveolar atau menyusup dengan tidak jelas dan margin bronchograms
udara. Meskipun kurang umum, kekeruhan bulat atau nodul
mungkin muncul seperti dalam kasus
yang disajikan. Dengan
demikian, temuan roentgenographic adalah variabel dan hanya dapat menyarankan kemungkinan limfoma.
Sebagai prosedur diagnostik,
bronkoskopi memiliki hasil diagnostik yang rendah, karena lesi endoluminal
cukup langka. Analisis lavage bronchoalveolar untuk penanda sel tumor dan
dengan teknik molekuler seperti flow cytometry mungkin menjadi bantuan dalam
diagnosis limfoma paru. Baik transthoracic biopsi jarum atau mediastinoscopy
berguna dalam diagnosis. Dengan demikian, intervensi bedah, baik oleh
torakotomi atau tong, diperlukan untuk diagnosis pada sebagian besar pasien
terlihat dengan limfoma paru primer seperti dalam kasus kami.
Peran operasi dalam pengelolaan
limfoma paru utama adalah untuk mendapatkan hasil diagnostik dan terapi
reseksi. Tumor dioperasi harus didekati dengan maksud reseksi lengkap,
sedangkan yang, besar dan dioperasi harus ditangani dengan reseksi terbatas
seperti reseksi baji atau bahkan prosedur biopsi untuk mendapatkan jaringan
yang cukup untuk pemeriksaan histologis. Hilus dan mediastinum diseksi kelenjar
getah bening harus dilakukan sebagai prosedur pementasan. Kami telah melakukan
reseksi kuratif sebagai lobektomi dalam kasus disajikan dan hilus-mediastinal
kelenjar getah bening yang bebas dari tumor. Tingkat kekambuhan lokal telah
dilaporkan setinggi 50%, dan dengan demikian reseksi radikal termasuk
pneumonectomies telah direkomendasikan. Namun, reseksi diperpanjang atau
kemoterapi pascaoperasi bahkan tidak menawarkan hasil yang lebih baik
prognostik.
Berbagai subtipe histologis
limfoma non-Hodgkin dapat bermanifestasi sebagai limfoma paru primer. Subtipe
histologis yang paling umum dari limfoma paru primer adalah tingkat rendah
proses lymphoproliferative yang baik dibedakan B-sel tumor yang muncul untuk
muncul dari bronkus terkait jaringan limfoid (BALT). BALT merupakan bagian dari
sistem yang lebih luas dari kelas rendah limfoma ganas jenis MALT seperti yang
ditemukan di daerah lambung. Paru kelas rendah limfoma ganas jenis MALT
cenderung tetap lokal di paru-paru untuk waktu yang lama. Formulir ini dapat
disebut sebagai subtipe dari marjinal-zona B-sel limfoma seperti dalam kasus
kami. Jenis histologis kedua yang paling sering limfoma non-Hodgkin untuk
melibatkan paru-paru yang menyebar besar B-sel limfoma.
Walaupun pengobatan yang optimal
belum jelas, prognosis limfoma non-Hodgkin dari paru-paru yang menguntungkan.
Tahap penyakit atau kehadiran regional (hilus) metastasis kelenjar getah bening
tidak berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk, sedangkan tipe histologis
limfoma harus menjadi faktor prognostik. Limfoma maligna timbul dari MALT tetap
lokal sampai terlambat dalam sejarah alam mereka dan dengan demikian membawa
withlymphomas prognosis lebih baik dibandingkan yang timbul pada jaringan
kelenjar getah bening dari tahap yang sama. Limfoma Benar MALT rendah grade
tumor dengan kursus, lambat malas, dan kelangsungan hidup jangka panjang sangat
mungkin. Non-MALT jenis limfoma paru-paru umumnya tumor menengah atau bermutu
tinggi dengan prognosis yang lebih buruk, yang bisa menunjukkan transformasi
untuk tipe sel besar
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Non-hodgkin’s lymphoma (NHL/LNH) adalah suatu keganasan
primer jaringan limfoid yang bersifat padat.
2. Kasus-Kasus pada Penyakit Limfoma Non-Hodgkin serta treatment disease antara lain limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid, Non Hodgkin limfoma pada lidah, dan Non-Hodgkin limfoma paru-paru.
3.
Tahap-
tahap dalam pengobatan Non-Hodgkin
Limfoma dapat dilakukan dengan cara therapy medik dan therapy radiasi dan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary
Non-Hodgkin’s Lymphoma. Jurnal of Ankara
Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid
I. Edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999.
Park YM., et al, 2007,
Non-Hodgkin’s Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As Isolated Oculomotor
Nerve Palsy. World Journal of Surgical
Oncology.
Patte C. 1997 , Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting. Paediatric
Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;: 278-295
Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta.
Reksidoputro H., 1996,
limfoma Malignum Non-Hogkin in Ilmu penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI ,
Jakarta.
Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Dexa
Media, 2004; 143-146.
Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology /
Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221 – 334.
Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990.