Jumat, 04 Januari 2013

Semester 5 "Tugas Kimia Medisinal"

TUGAS KIMIA MEDISINAL
D I U R E T I K

O L E H
DWI RAHAYU .K
F1F1 10 069






JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013



 BAB I
PENDAHULUAN
Diuretik adalah obat yang mempunyai titik tangkap kerja pada ginjal untuk meningkatkan produksi kemih. Secara teoritis, produksi kemih dapat ditingkatkan dengan mempercepat laju filtrasi dan yang kedua dengan mengurangi penyerapan kembali di tubulus. Yang terakhir ini lebih banyak menjadi mekanisme kerja diuretik (Kee dkk, 1994).
Diuretik sangat berguna untuk mengatasi edema yang disebabkan penyakit jantung, sirosis hati dan penyakit ginjal tertentu. Tetapi dibalik keuntungan pemberian diuretik, harus diingat bahwa pengeluaran sejumlah besar cairan tubuh yang diikuti keluarnya garam-garam tubuh, dapat menimbulkan gangguan keseimbangan pH dan atau makanan yang masuk, jumlah air kemih, berat badan setiap hari, tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium. Juga dijaga agar penderita makan buah-buahan yang banyak mengandung K+ untuk mengganti K+ yang hilang (Soekardjo dkk, 2008).
Diuretika terutama digunakan untuk mengurangi sembab atau (edema) yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah cairan luar sel, pada keadaan yang berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif, kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, keacunan kehamilan, glaukoma, hiperkalsemia, diabetes insipidus dan sembab yang disebabkan oleh penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau estrogen. Diuretika juga digunakan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi (Tjay, 2007).
Diuretik mempengaruhi tiga proses fisiologis dalam pengangkutan elektrolit, yaitu pada filtrasi glomerulus, penyerapan kembali di tubulus atau loop of henle dan sekresi di tubulus. Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu diuretika osmotik, diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop         (Soekardjo dkk, 1995).





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah
Pemakaian diuretik sebagai terapi edema telah dimulai sejak abad ke-16. HgCl 2 diperkenalkan oleh Paracelcus sebagai diuretik. Tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide sebagai antimicrobial dapat juga digunakan untuk mrngobati edema pada pasien payah jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. diuretik modern makin berkembang sejak ditemukannya efek samping dari obat-obat antimikroba yang mengakibatkan perubahan komposisi dan output urine. Terkecuali spronolakton, diuretik kebanyakan berkembang secara empiris, tanpa mengetahui mekanisme system transport spesifik di nefron. Diuretik adalah obat yang terbanyak diresepkan di USA, cukup efektif, namun memiliki efek samping yang banyak pula (Ganiswarna, 1995)

B.     Definisi
Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau merangsang pengeluaran urin (Hitner,1999). Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Sunaryo, 1995). Obat diuretik dapat pula digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan edema premenstruasi.
Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni (Guyton, 2006). Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites     (Angeli, 2009), sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal (Agunu, 2005). Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati).





C. Pembagian Diuretik dan Mekanisme Kerjanya
1.      Diuresis osmosis.
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin   dengan   mekanisme   kerja   berdasarkan   perbedaan   tekanan   osmosa. Diuretika   osmotik   mempunyai   bobot   molekul  rendah,   dalam   tubuh   tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula bowman ginjal, dan tidak diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi diuresis.
Diuretik   osmotik   adalah   natriuretik,   dapat   meningkatkan   ekskresi natrium dan air. Efek samping diuretik osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia.
2.      Penghambat karbonik anhidrase ginjal.
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan secara   luas   untuk   pengobatan   sembab   yang   ringan   dan   moderat,   sebelum ditemukan diuretika turunan tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini   antara   lain   adalah   gangguan   saluran   cerna,   menurunnya   nafsu   makan, parestesia, asidosis sistemik, alkalinasi urin, dan hipokalemi. Adanya efek asidosis   sistemik   dan   alkalinasi   urin   dapat   mengubah   secara   bermakna perbandingan bentuk terioisasi dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam   cairan   tubuh,   sehingga   mempengaruhi   pengangkutan,   penyimpanan, metabolisme, ekskresi dan aktifitas obat-obat tersebut. Penggunaan diuretika penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat menimbulkan toleransi. Sekarang   diuretik   pnghambat   karbonik   anhidrase   lebih   banyak   dugunakan sebagai   obat   penunjang   pada   pengobatan   glaukoma,   dikombinasi   dengan miotik,   seperti   pilokarpin,   karena   dapat   menekan   pembentukan  aqueous humour dan menurunkan tekanan dalam mata.
Mekanisme kerja
Karbonik   anhidrase   adalah   metaloenzim   yang   berperan   dalam permbentukan asam karbonat, sebagai hasil reaksi antara air dan gas asam arang. Asam karbonat yang terbentuk kemudian terdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Ion H+ inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na+  dan K+ yang diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Mekanisme di atas digambarkan secara skematik sebagai berikut :
Bila   kerja   enzim   dihambat   maka   produksi   asam   karbonat   akan menurun, sehingga jumlah ion H+  sebagai pengganti ion Na+  yang tertiggal, bersama-sama dengan HCO3- dan air, akan meningkatkan volume urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme pada tingkat molekul.
a. Karena struktur gugus sulomil mirip dengan asam karbonat, diuretika yang mengandung gugus sulonil seperti turunan sulfonamida dan tiazida, dapat menghambat   enzim   karbonik   anhidrase   dan   antagonis   ini   bukan   tipe kompetitif.   Hipotesis   pembentuka   kompleks   dan   penghambatan   enzim karbonik anhidrase dapat dilihat pada gambar berikut :
Pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase ada sisi aktif melalui ikatan hidrogen.
b. Yonezawa   dan   kawan-kawan   mengemukakan   bahwa   adanya   atom nitrogen   pada   gugus   sulfonamida   yang   bersifat   sangat   nukleofil   dapat bereaksi dengan karbonik anhidrase dan menghambat kerja enzim.
Hubungan struktur-aktivitas
a.       Yang berperan terhadap aktivitas diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan disubstitusi pada gugus sulfamil akan   menghilangkan   aktivitas   diuretik   karena   pengikatan   obat-reseptor menjadi lemah.
b.      Pemasukan   gugus   metil   pada   asetazolamid   (metazolamid)   dapat meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini disebabkan karena metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar,   absorpsi   kembali   pada   tubulus   menjadi   lebih   baik   dan   afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid mempunyai aktivitas diuretik ± 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.
c.       Modifikasi   yang   lain   dari   strutur   asetazolamid   secara   umum   akan menurunkan   aktivitas.   Deasetilasi   akan   menurunkan   aktivitas   dan memperpanjang   gugus   alkil   pada   rantai   asetil   akan   meningkatkan toksisitas.
Contoh :
1)      Asetazolamid   (diamox,   glaupax),   diabsorpsi   secara   cepat   dalam saluran cerna, diekskresikan melalui urin dalam bentuk tak berubah ±70%. Kadar plasma tertinggiobat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro ± 5 jam. Asetazolamid juga digunakan untuk pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada pengobatan epilepsi petit mal, dikombinasi dengan obat anti kejang, seperti phenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 250 mg 2-4 dd.
2)      Metazolamid,  dianjurkan  sebagai  penunjang  pada  pengobatan glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6-8 jam, dan masa kerja 10-18 jam. Dosis untuk pengobatan glaukoma : 50-100 mg 2-3 dd.
3)      Etokzolamid,  mempunyai  aktivitas  diuretik  dua  kali  lebih  besar dibanding asetazolamid, digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja 8-12 jam. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 150-250 mg 2-4 dd.
4)      Diklorfenamid,  aktivitas diuretiknya  sama dengan metazolamid, digunakan  untuk  pengobatan  glaukoma  dan  mengontrol  serangan epilepsi. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 25-100 mg 2-4 dd.
       
3.      Diuretik derifat tiasid.
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl-  dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi  ion  K+,  Mg++ dan  HCO3- dan  menurunkan  ekskresi  asam  urat. Diuretik turunan tiazid terutama digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara lengsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti resepin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi. Diuretika turunan  tiazid  menimbulkan  efek  samping  hipokalemi,  gangguan keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Mekanisme kerja
Diuretika turunan tiazid mengandung gugus sulfamil sehingga dapat menghambat   enzim   karbonik   anhidrase.   Juga   diketahui   bahwa   efek saluretiknya terjadi karena adanya pemblok proses pengangkutan aktif ion klorida  dan  absorpsi  kembali  ion  yang  menyertainya  pada  loop  of  henle, dengan mekanisme yang belum jelas, kemungkinan karena peran dari prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase di tubulus distal tetapi efeknya relatif lemah.
Hubungan struktur dan aktifitas
Studi hubungan struktur-aktivitas diuretik turunan tiazid menunjukkan bahwa  aktivitas  diuretik  meningkat  bila  senyawa  mempunyai  gambaran struktur sebagai berikut:
a.       Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO2 atau CO2- Gugus SO2mempunyai aktivitas yang lebih besar.
b.      Pada posisi 2 ada substituen  gugus alkil yang rendah, biasanya gugus metil.
c.       Pada posisi 3 ada substituen lipofil, seperti alkil terhalogenasi (CH2Cl, CH2SCH2CF3), CH2-C6H5 dan CH2SCH2-C6H5.
d.      Ada ikatan C3-C4  jenuh. Reduksi ikatan rangkap pada C3-C4  dapat meningkatkan aktivitas diuretik ± 10 kali.
e.       Substitusi langsung pada posisi 4,5 atau 8 dengan gugus alkil akan menurunkan aktifitas diuretik.
f.       Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting, seperti Cl dan   CF3.   Hilangnya   gugus   tersebut   membuat   senyawa   kehilangan aktivitas. Penggantian gugus Cl dengan CF3 dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam lemak sehingga memperpanjang masa kerja obat.
g.      Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan mono dan disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunyai aktivitas diuretik.
h.      Gugus sulfamil pada posisi meta (1) dapat diganti dengan gugus-gugus elektronegatif   lain,   membentuk   gugus   induk   baru   yang   dinamakan diuretika seperti tiazid (tiazide-like diuretics) seperti pada turunan salisilanilid (xipamid), turunan benzhidrazid (klopamid dan indopamid), dan turunan ptalimidin (klortalidon).
Hubungan struktur-aktivitas diuretik turunan tiazid dapat dilihat pada tabel berikut:

Dari tabel diatas terlihat bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara potensi naturetik oral dengan aktivitas penghambatan karbonik anhidrase, yang dapat dilihat dari dosis penggunaan.
Contoh :
a.       Hidroklortiazid   (H.C.T),   merupakan   obat   pilihan   untuk   mengontrol sembab jantung dan sembab yang berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid  atau  hormon  estrogen.  Hidroklortiazid  juga  digunakan untuk mengontrol hipertensi ringan, kadang-kadang dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin (Ser-Ap-Es) atau β-bloker, seperti asebutolol (Sectrazid). Awal kerja obat terjadi ± 2 jam setelah pemberian secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai dalam ± 4 jam, dengan masa kerja ± 10 jam. Ketersediaanhayatinya ± 65% dan dapat meningkat menjadi ± 75% bila diberikan bersama-sama makanan. Dosis diuretik : 25-200 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 25-50 mg 1-2 dd.
b.      Bendroflumetiazid  (naturetin),  mempunyai aktivitas diuretik  yang lebih tinggi dan masa kerja yang lebuh panjang (± 18 jam) dibanding hidroklortiazid. Bendroflumetiazid digunakan untuk mengontrol sembab dan hipertensi. Dosis untuk mengontrol sembab : 5 mg 1 dd, mengontrol hipertensi : 5 mg 1-4 dd.
c.       Xipamid (diurexan), merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang cukup  kuat,  digunakan  untuk  pengobatan  hipertensi  yang moderat  dan berat serta untuk mengatasi sembab yang berhubungan dengan penyakit jantung, ginjal, hati dan rematik. Masa kerja antihipertensinya ± 24 jam, dan efek diuretiknya ± 12 jam. Dosis: 10-40 mg/hari.
d.      Indapamid (natrilix), merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat, digunakan untuk pengobatan hipertensi yang ringan dan moderat. Indapamid dapatmenurunkan kontraksi pembuluh darah sel otot polos karena mempengaruhi pertukaran ion antar membran, terutama Ca, dan merangsang sintesis prostaglandin PGE, sehingga terjadi vasodilatasi dan efek hipotensi. Absorpsi indapamiddalam saluran cerna cepat dan sempurna, kadar darah tertinggi dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral, dan ± 79% obat terikat oleh plasma protein. Waktu paro eliminasinya ± 15-18 jam. Dosis : 2,5 mg/hari.
e.       Klopamid, merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat, digunakan   untuk   pengobatan   hipertensi   yang   ringan   dan   moderat. Absorpsi klopamid dalam saluran cerna cepat dan sempurna, ± 40-50%, obat terikat oleh plasma protein dengan waktu paro eliminasi ± 6 jam. Dosis : 5 mg/hari.
f.       Klortalidon  (hygroton),  merupakan  diuretik  kuat  dengan  masa  kerja panjang (±48-72 jam). Klortalido juga dipergunakan untuk hipertensi ringan, kadang-kadang dikombinasi dengan β-bloker, seperti atenolol(tenoretik) dan oksprenolol (transitensin). Absorpsi klortalidon relatif lambat dan tidak sempuna, waktu paro absorpsi ± 2-6 jam, kadar darah maksimal dicapai setelah ± 2-4 jam. Klortalidon terikat secara kuat dalam sel darah merah sehingga mempuyai wktu paro plasma cukup panjang ± 35-60 jam. Dosis oral untuk diuretik : 50-100 mg, 3 kali per minggu, sesudah makan pagi. Dosis untuk mengotrol hipertensi : 25 mg, 1 kali sehari.
4.      Diuretik loop
Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh lebih besar dibanding turunan tiazid dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop of henle sehingga  menurunkan  absorpsi  kembali  NaCl  dan  meningkatkan  ekskresi NaCl lebih dari 25%.
Mekanisme kerja
Model  kerja  diuretik  loop  pada  tingkat  molekul  belum  diketahui secara  pasti,  tetapi  ada  tiga  hipotesis  yang  kemungkinan  dapat  digunakan untuk menjelaskan model kerja tesebut, yaitu:
a.          Penghambatan enzim Na+-K+ ATPase
b.         Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
c.          Penghambatan glikolisis.
Diuretik loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan sembab paru yang akut, sembab karena kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan kehamilan, sembab otak dan untuk pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang cukupan dan berat biasanya dikombinasi dengan obat antihipertensi seperti L-α-metildopa.
Struktur kimia obat ini bervariasi dan secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan asam fenoksiasetat dan turunan sulfonamida.
a.       Turunan asam fenoksiasetat
Contoh : asam etakrinat.
Asam etakrinat menimbulkan aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi dengan  gugus  sulfhidril  enzim  yang  bertanggung  jawab  pada  proses absorpsi kembali Na+ di tubulus renalis. Yang berperan pada interaksi tersebut adalah gugus α-β ikatan rangkap tidak jenuh.
Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus sulfhidril enzim dijelaskan sebagai berikut :
Asam etakrinat  mempunyai  awal kerja  yang  cepat  ± 30 menit  setelah pemerian oral dan efeknya berakhir setelah 6-8 jam. Dosis : 50-100 mg 2-3 dd.
Aktifitas relatif beberapa turunan asam etakrinat dapat dilihat pada tabel berikut:
Pada turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila :
1)      Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzene
2)      Gugus akriloil sulfhidril yang reaktif  terletak pada posisi para dari gugus asam oksiasetat
3)      Gugus aktivasi (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan 3
4)      Substituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a dari karbonil pada gugus akriloil
5)      Atom-atom H terletak pada posisi ujung –C=C- dari gugus akriloil
Hubungan struktur dan aktivitas :
1)      Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas, karena senyawa tidak mampu berinteraksi  dengan gugus SH enzim.
2)      Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan aktivitas.
3)      Adanya gugus etil pada Cβ membuat senyawa mempunyai aktivitas maksimal. Makin besar jmlah atom C, aktivitasnya makin menurun.
4)      Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto cincin aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibanding substitusi  pada  posisi  meta,  karena  efek  induktif  gugus  penarik elektron tersebutdapat menunjang serangan nukleofil terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto dan meta akan lebih meningkatkan aktivitas.
5)      Adanya gugus pendorong alaktron kuat pada cincin aromatik, seperti gugus amino atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara drastis.
6)      Adanya   gugus   oksiasetat   pada   posisi   para   dapat   meningkatkan aktivitas, letak gugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan aktivitas.
b.      Turunan sulfonamide
Turunan ini dibagi menjadi dua golongan yaitu turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat dan 5- sulfamoil-3-aminobenzoat.
Contoh   turunan   asam   5-sulfamoil-2-aminobenzoat:   furosemid   dan azosemid
Contoh  turunan  asam  5-sulfamoil-3-aminobenzoat:  bumetanid  dan piretanid.
Hubungan struktur dan aktivitas
1)      Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat mempunyai aktivitas diuretik optimum.
2)      Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas diuretik yang optimum.
3)      Gugus aktivasi pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus Cl dan CF3., dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6H5-O-), alkoksi, anilino (C6H5-NH), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, disertai penurunan aktivitas.
4)      Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2  amino  relatif  terbatas,  hanya  dengan  gugus  furfuril,  benzil  dan tienilmetil yang menunjukkan aktivitas diuretik optimal.
5)      Pada turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus3 amino relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.
Contoh :
·         Furosemid (lasix, farsix, salurix, impugan), merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali diuretika tiazid. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa  kerja  yang  relatif  pendek  ±  6-8  jam.  Absorpsi furosemid dalam saluran cerna cepat, ketersediaanhayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai dalam 0,5-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan darah. Dosis : 20-80 mg/hari.
·         Bumetanid (burinex), merupakan diuretika yang kuat dengan masa kerja  pendek  (± 4 jam).  Bumetanid  terutama  untuk pengobatan sembab  yang  berhubungan  dengan  penyakit  jantung,  hati  dan ginjal. Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3, dapat meningkatkan aktivitas diuretik sampai ± 50 kali, tetapi senyaa mempunyai masa kerja yang pendek. Bumetanid diabsorpsi dalam saluran cerna cepat dan sempurna, ± 98% terikat oleh plasma protein. Efek maksimum dicapai ± 2 jam setelah pemberian oral, waktu paro biologis ± 1 jam. Selain sebagai diuretik, bumetanid juga mempunyai efek antihipertensi. Dosis : 1-2 mg/hari.
5.   Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik  rigan dan dapat menurunkan sekresi ion H+   dan K+. senyawatersebut bekerja pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai, sertadapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Mekanisme kerja
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+  dan ekskresi ion K+  sehingga meningkatkan sekresi ion Na+ dan Cl- dalam urin.
Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek langsung dan antagonis aldosteron.
a.   Diuretik dengan efek langsung
Contoh : amilorid dan triamteren.
·         Amilorid HCl (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme kerja di atas juga dapat permeabilitas membran terhadap on Na+ dan menyebabkan retensi ion K+  dan H+. amilorid digunakan untuk mengontrol sembab dan hipertensi. Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian secara oral, kadar serum tinggi dicapai dalam 3-4 jam,  waktu paro  ± 6 jam dan  mempunyai masa  kerja  yang cukup panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam bentuk tunggal atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.
·         Triamteren, adalah diuretik turunan pteridin, absorpsi dalam saluran cerna  cepat  tetapi  tidak  sempurna.  Ketersediaanhayatinya  30-70%, pada cairan tubuh ± 45-75% terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro biologis 2-4 jam. Dosis diuretik : 150-300 mg/hari.
b.   Antagonis aldosteron
Aldosteron, adalah mineralokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks adrenalis. Merupakan senyawa yang sangat aktif untuk menahan elektrolit, dapat meningkatkan absorpsi kembali ion Na+ dan Cl- serta ekskresi ion K+ dalam saluran pegumpul.
 Senyawa  yang  mempunyai  struktur  mirip  dengan  aldosteron,  seperti spironolakton, bekerja sebagai  antagonis melalui mekanisme penghambatan  bersaing  pada  sisi  reseptor  pada  saluran  pengumpul, dimana  terjadi  pertukaran  ion  Na+    dan  K+.  penghambatan  tersebut menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl- serta retensi ion K+.
Contoh : Spironolakton  (aldactone,  idrolatton),  diabsorpsi  dengan  baik  dalam saluran cerna,  ± 98% terikat oleh protein  plasma. Spironolakton  cepat dimetabolisme oleh hati menjadi kanrenon yaitu bentuk yang bertanggung jawab terhadap 80% aktivitas diuretiknya. Waktu paronya cukup lama, antara 10-35 jam. Aktivitasnya meningkat bila diberikn bersama-sama dengan  diuretika  turunan  tiazid  atau  diuretika  loop.  Dosis  :  50-100 mg/hari.

6.   Diuretik merkuri organik.
Diuretik merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara parenteral. Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretik merkuri organik mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan hipokalemi, tidak  mengubah  keseimbangan  elektrolit,  dan  tidak  mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan asam urat. Efek iritasi setempat besar dan menimbulkan  nekrosis  jaringan.  Diuretika  merkuri  organik  menimbulkan reaksi sistemik  yang berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat diuretik.
Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan gugus SH enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase) yang berperan pada produksi energi yang diperlukan untuk absorpsi kembali elektrolit dalam membran tubulus, sehingga enzim menjadi tidak aktif. Akibatnya  absorpsi  kembali  ion-ion  Na+    dan  Cl- di tubulus  menurun, kemudian dikeluarkan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air sehingga terjadi efek diuresis.
Mekanisme reaksi diuretik merkuri organik dengan gugus SH enzim dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan: GH dapat berupa gugus nukleofil, seperti OH, COOH, NH2, SH atau cincin imidazol.
Hubungan struktur-aktifitas
Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C  dan  satu  atom  Hg  pada  salah  satu  ujung  rantai  yang  mengikat  gugus hidrofil, X.
R = gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil melalui gugs karbamoil. Gugus R sangat menentukanvdistribusi dan kecepatan ekskresi diuretika.
R’ = biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh gugus terhadap sifat senyawa adalah kecil.
X = substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkatkan kecepatan absorpsi, dan uga mempunyai efek diuretik (terjadi potensiasi). Bila X adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat, atau tiosorbitol, dapat mengurangi toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi setempat.
7.   Diuretik pembentukan asam.
Mekanisme terjadinya efek diuresis oleh diuretik golongan ini adalah pembentukan garam dan kemudian diekskresikan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air dan terjadi diuresis.
Penggunaan amonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena setelah 1-2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan memproduksi amonia, yang akan menetralkan kelebihan asam, membentuk NH4+,  yang  segera  berinteraksi  dengan  ion  Cl-    membentuk  NH4Cl  dan kemudian diekskresikan, sehingga efek diuretiknya akan menurun secara drastis. Oleh karena itu di klinik biasanya digunakan bersama-sama dengan diuretik lain, seperti turunan merkuri organik. Dosis oral untuk diuretik : 1-1,5 g 4 dd. NH4Cl lebih sering digunakan sebagai ekspektoran dalam campuran obat batuk, karena dapat meningkatkan sekresi cairan saluran nafas sehingga mudah dikeluarkan.











DAFTAR PUSTAKA

Agunu A, Abdurahman EM, Andrew GO, Muhhammed Z. 2005. Diuretic activity of the stem-bark extracts of Steganotaenia araliaceahoehst. J of ethnopharmacol 96:471-5.

Angeli P et al. 2009. Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-azotaemic patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Int J Gastroenterol and Hepatol [terhubung berkala]. http://gut.bmj.com/content/59/01/98.abstract  [ 05 Januari 2013)

Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nefrialdi. 1995.Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Elvesier inc.

Kee Joyce L. dan Evelyn R. Hayes. 1994. Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan Terjemahan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Soekardjo, Bambang dan Siswando. 2008. Kimia Medisinal 2 cetakan kedua. Surabaya: Airlangga University Press
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Larasati. 2007.  Obat-Obat Penting Edisi Ke Enam Cetakan Pertama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo