Jumat, 31 Mei 2013

Makalah Immunologi (Semester 5)



TUGAS IMMUNOLOGI
NON HODGKIN LIMFOMA

O L E H
DWI RAHAYU .K                  (F1F1 10 069)
NENENG TRIVIANANDA  (F1F1 10 029)
AFRIZI RISKY HUSAIN      (F1F1 10 035)
EVI WULANSARI S.             (F1F1 10 053)
LAODE NAJAMUDDIN       (F1F1 10 043)




JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Limfoma non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah bening karena itu mudah menjalar ke tempat-tempat lain disebabkan kelenjar getah bening dihubungkan satu dengan yang lain oleh saluran-saluran getah bening. Kanker kelanjar getah bening atau limfoma adalah sekelompok penyakit keganasan yang bekaitan dan mengenai sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang membentuk pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak sepertiga leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan wanita dengan perbandingan 2,5 : 1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di USA 16,4 persejuta anak dibawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di indonesia, terdapat beberapa kasus yang terjadi pada kanker Non-hodgkin’s lymphoma. Contohnya yaitu Limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid menyebabkan kelumpuhan saraf terisolasi oculomotor. WHO memperkirakan sekitar 1,5 juta orang di dunia saat ini hidup dengan NHL dan 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini tiap tahun. Sekitar 55 persen dari NHL tipenya agresif dan tumbuh cepat.
NHL merupakan kanker tercepat ketiga pertumbuhannya setelah kanker kulit dan paru-paru. Angka kejadian NHL meningkat 80 persen dibandingkan tahun 1970-an. Setiap tahun angka kejadian penyakit ini meningkat 3-7 pesen. NHL banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia 45-60 tahun.
.Untuk lebih lanjut mengenai penyakit kanker Limfoma non-Hodgkin dan kasus-kasusnya yang sering terjadi serta cara pengobatan penyakit ini dapat dijelaskan dalam makalah ini.
B.    Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dikaji pada makalah ini adalah:
1.    Apa yang dimaksud dengan  limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) ?
2.    Dimana saja lokasi kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
3.    Bagaimana klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
4.    Apa penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
5.    Bagaimana gejala limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
6.    Jelaskan stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
7.    Bagaimana diagnosis limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
8.    Bagaimana terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)?
9.    Sebutkan contoh-contoh kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) dan  bagaimana terapinya?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan  limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
2.       Untuk mengetahui  dimana saja lokasi kanker limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
3.      Untuk mengetahui  bagaimana klasifikasi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
4.    Untuk mengetahui  apa penyebab dan faktor resiko limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
5.    Untuk mengetahui bagaimana gejala limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
6.    Untuk mengetahui stadium-stadium limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
7.    Untuk mengetahui bagaimana diagnosis limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
8.    Untuk mengetahui  bagaimana terapi limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL)
9.    Untuk mengetahui contoh-contoh kasus limfoma non-Hodgkin (LNH/NHL) dan  bagaimana terapinya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limfoma maligna non hodgkain (LNH) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. LNH adalah sekelompok penyakit heterogen. Sel ganas pada penyakit LNH adalah sel limfosit yang berada pada salah satu tingkat deferensiasinya dan berproliferasi secara banyak.
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya)
(Shike, 1996).
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain (Soeparman, 1990).
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama (Mansjoer dkk, 1999).
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung (misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Santoso, 2004). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diambil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi (Soeparman, 1990). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi (Soeparman, 1990). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Santoso, 2004).



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (“natural killer”) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya
Non-hodgkin’s lymphoma (NHL/LNH) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Sel ganas pada NHL adalah sel limsosit yang berada pada salah satu tingkat diferensiasinya dan berproliferasi secara banyak.  Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit B (Reksidoputro, 1996). Menurut golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : LNH derajat keganasan rendah, LNH derajat keganasan menengah, dan LNH derajat keganasan tinggi.
LNH derajat keganasan  rendah tidak harus diobati sedangkan LNH derajat keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati karena dapat menimbulkan kematian dalam beberapa bulan saja. Karena itu pcncntuan golongan histologis dan stadium penyakit merupakan hal yang tcrpcnting dalam penatalaksanaan penderita limfoma non-Hodgkin.
Sekitar 50% penderita LNH yang berobat di Subbagian Hematologi-Onkologi Medik Bagian Itmu Penyakit Dalam FKUI-Dibacakan pada: Simposium Lekemia dan Limfoma Malignum, Padang, 25 Juli 1992
RSCM berusia antara 40 sampai 60 tahun. Tidak ada perbedaan berarti antara jumlah penderita yang berusia an tara 40 sampai 50 tahun dan yang berusia antara 50 sampai 60 tahun. Pria lebih sering dijangkiti penyakit ini bila dibandingkan dengan wanita, yaitu 1,7 kali lebih sering. Perbandingan antara pria dan wanita yang terlihat di Jakarta sesuai dengan apa yang terlihat pada orang Barat. Tempat jangkitan pertama penyakit ini adalah seperti terlihat dari namanya, tentu saja kelenjar getah bening, yaitu pada sekitar 73%.

B.    Lokasi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Non-Hodgkin lymphoma umumnya terjadi karena adanya lymphocyte yang bersifat kanker pada kelenjar limpa, tetapi kondisi ini dapat juga menyebar ke bagian lain dari sistem lymphatic. Termasuk pembuluh lymphatic, amandel, adenoid, limpa, timus dan sumsum tulang. Kadang-kadang kondisi ini juga terjadi pada organ diluar sistem lymphatic. Keterlibatan dinding dada lebih umum di NHLs sebagai akibat dari tambahan langsung dari penyakit dari mediastinum. Kadang-kadang, dinding dada adalah situs utama limfoma extranodal. Biasanya muncul sebagai lesi merusak tulang rusuk atau vertebra tubuh dengan jaringan lunak sekitarnya massa. Pleura mungkin terlibat dengan tambahan langsung dari dinding dada bersebelahan massa atau paru-paru penyakit. Paru-paru parenchyma adalah situs umum keterlibatan oleh extranodal NLHs.
Pada 53% penderita yang berobat di FKUI-RSCM, penyakit ini mulai pada kelenjar Idler, pada 16% mulai pada kelen jar getah bening inguinal, dan 4% mulai pada kelenjar getah baling aksila. Pada 19,0% penderita penyakit ini mulai pada jaringan limfoid di luar kelenjar getah bcning yaitu 9% pada cincin Waldeyer, 10% pada traktus gastrointestinal (jejas Peycri). Hanya pada 8% penyakit ini mulai pada jaringan non-  imfoid (jaringan orbita, tulang dan lain-lain).
Dalam perjalanan penyakit penderita, metastasis pada daerah intratorakal timbul pada 12,6% penderita, pembcsaran limpa tcrjadi pada 10,7%, metastasis tulang terjadi pada 8%. Pada 26,5% penderita, ukuran diameter sudah melebihi 10 cm. Lima puluh dclapan pencil (58%) pendcrita tidak dapat lagi mengerjakan pekerjaan sehari-harinya dan harus berada di tempat tidur selama 50% dari waktunya atau lebih. Gejala klinis, yaitu demam (38°C tanpa gejala infeksi) dan penurunan berat badan (10% dalam waktu 6 bulan), ditemukan pada 35% penderita.
C.    Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang rumit dan sukar, yang kerap menggunakan istilah-istilah yang dimaksudkan untuk tujuan yang berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan diadakannya perbandingan yang bermakna antara hasil dari berbagai pusat penelitian. Terdapat lebih dari 20 klasifikasi yang berbeda untuk NHL. Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima di banyak pusat kesehatan adalah formulasi praktis (“Working Formulation”/WF) dan REAL/WHO (Revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms). WF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun belum menginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologis klinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenotif (sel B, sel T dan sel NK) dan analisa “lineage” sel limfoma. Klasifikasi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medik.
 NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia Waldenstr̦m. Biasanya kelainan timbul lambat, dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan memberikan respon terhadap antibiotik. Sampai saat ini, belum tersedia penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8 Р10 tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
 NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas yang cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositik-nodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan sekitar 60 – 80 % insiden terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat yang diserang pada 15 – 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP. SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Dengan kemoterapi intensif, 20 – 40 % pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya meninggal karena penyakit ini.
Tabel : perbedaan antara LNH indolen dan agresif.

Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin agresif
Proporsi
40% – 50%
50% – 60%
Pertumbuhan
Lambat
Cepat
Penjelasan
Sering tidak kelihatan gejala pada saat diagnosis; diagnosis bisa kapan saja dalam berbagai kasus
Gejala kelihatan sebelum diagnosa
Pengobatan
Kadang tidak butuh secepatnya
Biasanya butuh secepatnya
Outcome
Respon baik terhadap pengobatan, namun kadang bisa kambuh
Respon sangat baik terhadap pengobatan, lebih mudah disembuhkan



D.    Penyebab dan Faktor Resiko Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Etiologi (penyebab) LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH antara lain :
      Imuno Defisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
      Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
      Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
      Diet dan Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.



E.    Gejala Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
Gejala Limfoma Non-Hodgkin
Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus
10%
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
20-30%

F.     Stadium Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Dokter harus mengetahui tingkatan (tahapan) limfoma non-Hodgkin untuk merencanakan pengobatan yang terbaik. Tahapan ini berdasarkan lokasi tempat sel-sel limfoma ditemukan (di kelenjar getah bening atau di organ atau jaringan lain) dan jangkauan area yang terkena. Tahapan limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
  • Stadium I: Sel-sel limfoma berada dalam satu kelompok kelenjar getah bening (misalnya di leher atau di ketiak). Atau, jika sel-sel abnormal itu tidak berada dalam kelenjar getah bening, tapi hanya pada satu bagian jaringan atau organ tubuh saja (misalnya di paru-paru, tapi tidak di hati atau di sumsum tulang).
  • Stadium II: Sel-sel limfoma berada sekurangnya di dua kelompok kelenjar getah bening, pada sisi diafragma yang sama (baik di atas atau di bawah). Atau, sel-sel limfoma ini berada di organ tubuh dan di kelenjar getah bening di sekitarnya (pada sisi yang sama seperti diafragma) Mungkin ada sel-sel limfoma di kelompok kelenjar getah bening yang lain di sisi diafragma yang sama.
  • Stadium III: Limfoma terdapat dalam kelompok kelenjar getah bening di atas dan di bawah diafragma. Juga dapat ditemukan di organ atau di jaringan di sekitar kelompok kelenjar getah bening ini.
  • Stadium IV: Limfoma ini berada di seluruh satu organ atau jaringan (selain di kelenjar getah bening). Atau, berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
G.   Diagnosis Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah bening. Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya, para dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi) yang terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus dan diamati melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel serta penampakan nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam beberapa tingkatan yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat sedang untuk penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran yang sangat cepat. Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized tomography scan) dan gambar MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan HIV berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh. Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi sumsum tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke sumsum tulang, tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah dengan mengambil sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat ada-tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir, gambaran beberapa ronsen khusus dapat berguna untuk melihat struktur kelenjar getah bening yang membengkak dan memeriksa suplai darah dan getah bening pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut lymphangiography, memerlukan cairan berwarna biru yang dapat terlihat dengan sinar X. cairan itu disuntikkan pada pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian dengan menggunakan sinar X akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika cairan itu melewatinya.
H.    Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)
Kemoterapi. Kemoterapi terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan sedang-tinggi dan pada stadium lanjut.
1.       Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk limfoma derajat rendah dengan stadium awal. Namun kadang-kadang dikombinasikan dengan kemoterapi pada limfoma dengan derajat keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu, seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi penderita limfoma:
·         Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan mengarahkan sinar ke bagian tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini bersifat lokal karena hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja. Sebagian besar penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk dirawat 5 hari dalam seminggu, selama beberapa minggu.
·         Radiasi sistemik: Beberapa penderita limfoma akan mendapat suntikan bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh tubuh. Bahan radioaktif itu akan terikat pada antibodi yang menargetkan dan menghancurkan sel-sel limfoma
2.      Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasus kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat sedang-tinggi yang kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang dengan limfoma yang kambuh dapat memperoleh transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk yang membentuk darah memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis tinggi, terapi radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di area dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini. Tranplantasi sel induk dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa didapatkan dari pasien sendiri
3.      Observasi
 Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter mungkin akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh lambat dengan gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi selama satu tahun atau lebih.
4.      Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab. Rituximab merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system imun mengenali dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi dengan kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.
5.      Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel
6.      Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini disebut terapi sistemik karena obat akan mengalir di sepanjang aliran darah. Obat dapat mencapai sel-sel kanker di hampir seluruh bagian tubuh.
Kemoterapi dapat  mulut, melalui pembuluh darah balik, atau di ruang antara sumsum tulang belakang. Pengobatan biasanya berupa rawat jalan, baik di rumah sakit/klinik atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap di rumah sakit selama pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.
Jika pasien menderita limfoma di lambung akibat infeksi Helikobaktor, dokter dapat mengobati limfoma ini dengan antibiotika. Setelah infeksi sudah disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.
Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.

Sediaan
Obat
Keterangan
Obat tunggal
Klorambusil
Siklofosfamid
Digunakan pada limfoma tingkat rendah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
CVP (COP)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat rendah & beberapa limfoma tingkat menengah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan obat tunggal
CHOP
Siklofosfamid
Doksorubisin (adriamisin)
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
C-MOPP
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prokarbazin
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
Juga digunakan pada penderita yang memiliki kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi doksorubisin
M-BACOD
Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Deksametason
Memiliki efek racun yg lebih besar dari CHOP & memerlukan pemantauan ketat terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
ProMACE/CytaBOM
Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat
Sediaan ProMACE bergantian dengan CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
MACOP-B
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Bleomisin
Kelebihan utama adalah waktu pengobatan (hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP

I.       Kasus-Kasus Penyakit Limfoma Non-Hodgkin Serta Treatment Disease
1.        Limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid (Park dkk, 2007).
Seorang wanita 53 tahun disampaikan kepada kantor rawat jalan Neurology dengan sejarah tiga bulan sakit kepala dan diplopia. Tidak ada riwayat demam, penurunan berat badan, atau noc-turnal berkeringat. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes, hipertensi, atau penyakit saraf dan faktor risiko untuk stroke. Tidak ada bruits serviks atau limfadenopati di, daerah supraklavikula serviks atau ketiak yang dihargai. Pemeriksaan neurologis mengungkapkan palsy occulomotor saraf lengkap kiri, dengan posisi ptosis, mydriasis dan luar dari mata kiri. Hasil yang tersisa dari pemeriksaan fisik berada dalam batas normal. Semua laboratorium serum dan nilai-nilai hormonal berada dalam rentang normal.


Treatment disease ;
Pertama-tama yang dilakukan adalah scan  MRI menunjukkan lesi jaringan lunak homogen menduduki sinus sphenoid kiri dan menyerang gua-ous sinus kiri (Gambar 1). Massa tersebut homogen ditingkatkan dengan suntikan Gadolinium, dan tidak ada perpanjangan intradural tumor tercatat. Sebuah lesi-ruang strategis di dalam sinus sphenoid, seperti karsinoma, mucocele, atau adenoma hipofisis ektopik, diduga sebagai diagnosis awal.
Selama operasi terbuka, sinus sphenoid kiri berisi pembuluh darah tumor gembur merah, yang dibiopsi. Bagian beku dari biopsi intrasurgical didiagnosis sebagai kompatibel dengan tumor sel kecil bulat. Diagnosis histologis terakhir adalah limfoma non-Hodgkin, dif-sekering besar B-tipe sel, yang memiliki seragam, bulat-ke-oval dengan kromatin inti vesikuler dan satu atau beberapa nukleolus mencolok. Sel-sel tumor positif untuk CD20 dan negatif untuk CD3 (Gambar 2).
Pasien dirujuk ke onkologi medis untuk pementasan karya-up, termasuk biopsi sumsum tulang dan tomografi emisi positron (PET), yang semuanya negatif. Pasien menerima kemoterapi yang terdiri dari delapan siklus CHOP (siklofosfamid, adriamisin, vincris-tine (Oncovin), dan prednison) dengan Rituximab pembantu. Setelah enam siklus kemoterapi, kelumpuhan saraf diamati sebelumnya kiri ketiga benar-benar diselesaikan. Tidak ada luka meningkatkan dicatat pada tindak lanjut MRI 6 bulan pascaoperasi (Gambar 3). Pasien saat ini sedang rutin tindak lanjut bulanan di klinik onkologi medis.
Awal klinis penyajian kelumpuhan saraf oculomotor terisolasi tanpa defisit neurologis tambahan langka, dan sifat dari tumor, yang menduduki sinus sphenoid, adalah sebuah situs jarang didokumentasikan limfoma non-Hodgkin. Untuk pengetahuan kita, hanya ada enam kasus didokumentasikan dari limfoma primer non-Hodgkin sphenoidal di literature. Karakteristik klinis kasus-kasus ini teringkas pada Tabel 1. Ada total enam laki-laki dan satu perempuan didokumentasikan dalam literatur, termasuk kasus kami. Usia rata-rata adalah 48 tahun (kisaran 5-78). Menyajikan gejala termasuk sakit kepala, gangguan visual dan cra-nial keterlibatan saraf.
2.        Non Hodgkin Limfoma pada Lidah (Patte, 1997).
Seorang pasien laki-laki 40 tahun yang disajikan dengan riwayat pembengkakan perlahan-lahan tumbuh di batas lateral kanan lidah 2 bulan lamanya. Dia tidak memiliki gejala lainnya seperti penurunan demam, keringat malam, berat badan. Pemeriksaan setempat mengungkapkan 5cm x 4cm jejas nodular melibatkan perusahaan batas lateral bagian kanan lidah (Gambar 1). Bagian lain dari rongga mulut, orofaring, dan leher normal. Pemeriksaan sistemik termasuk pernapasan, sistem jantung, saraf perut dan tengah normal. Investigasi: Hb 12.4gm%, TLC 8,2 x 103 / uL, DLC trombosit L P-80% 20% dari 2,17 x 106 / uL. Dada radiograf, kepala, leher dan perut tomografi komputer normal. Pemeriksaan CSF biasa-biasa saja.

Treatment disease ;
Pemeriksaan histopatologi jejas lidah mengungkapkan sel bulat discretely ditempatkan dengan hiperkromik tidak teratur inti, nukleolus mencolok, hanya sedikit sampai sedang jumlah sitoplasma (Gambar 2). Immuno-histokimia evaluasi positif untuk LCA dan CD 20 (Gambar 3) dan negatif untuk cytokeratin (CK), CD-3, Vimentin, S-100 sugestif dari tipe B Non Primer Besar Hodgkin Limfoma sel. Ia dipentaskan sebagai IE. Dia mengenakan CHOP (cyclophosphamide, vincristine, adriamisin, prednisolon) kemoterapi. Posting siklus pertama kemoterapi, lesi sepenuhnya menghilang. (Gambar 4). Lebih lanjut, ia menerima 3 siklus lebih CHOP, setelah itu ia tidak muncul untuk radioterapi berikutnya.
3.        Non-Hodgkin Limfoma Paru-Paru (Kara, 2002).
Seorang pria 69 tahun itu disebut dengan diagnosis karsinoma sel skuamosa bronchogenic diperoleh bronchoscopic sakit atanother biopsi. Dia disajikan dengan dada dan sakit punggung dari dua bulan lamanya. Ia telah menjadi pekerja di pabrik kaca selama 15 tahun dan perokok selama 45 tahun. Pada pemeriksaan fisik, suara napas yang berkurang pada zona kiri bawah paru-paru. Selain itu, ia memiliki edema pretibial jelas di sisi kanan, yang disebabkan prosedur angiografi, dilakukan delapan tahun sebelum masuk dan lesi hiperkeratosis di bagian belakang kakinya. Data laboratorium berada dalam batas normal. Chest X-ray menunjukkan konsolidasi pneumonia pada zona kiri bawah (Gambar 1). Pada computed tomography (CT), suatu hipodens, massa soliter, berukuran 6x4x3 cm terlihat di segmen posterabasal dari lobus kiri bawah (Gambar 2). Metastasis oemeriksaan adalah negatif. Bronkoskopi tidak menunjukkan lesi endobronkial.
Pemeriksaan sitologi dari lavage bronchoalveolar dan sputum tidak definitif. Sebuah lobektomi kiri bawah dengan diseksi kelenjar getah bening mediastinum dilakukan. Pemeriksaan histologi menunjukkan limfoma paru primer tanpa keterlibatan kelenjar getah bening baik hilus atau mediastinum (Gambar 3). Pewarnaan imunohistokimia dengan CD20, CD23, CD 43, CD79a menunjukkan positif pada sel limfoid, dan mengungkapkan lowgrade limfoma zona B marjinal utama sel paru-paru (Gambar 4). Pasien dirujuk ke onkologi medis untuk kemoterapi lanjut.

 
Treatment disease ;
Limfoma yang paling utama paru-paru timbul dari jaringan mukosa terkait limfoid (MALT) dari bronkus, yang diyakini menjadi konstituen normal dari pohon bronkial manusia dan jaringan yang diperoleh dalam menanggapi paparan jangka panjang terhadap rangsangan antigenik berbagai seperti merokok , infeksi, atau gangguan autoimun. Secara konsisten, temuan bahwa, MALT tidak biasanya ditemukan di dalam lambung tetapi dikaitkan dengan gastritis Helicobacter pylori kronis, mendukung saran ini. Proliferations limfoid reaktif seperti pseudolymphoma, pneumonitis interstitial limfoid, granulomatosis lymphomatoid, dan bronkiolitis folikel secara morfologis sulit dibedakan dari tumor primer ganas limfoid. Kerja terbaru menetapkan bahwa banyak dari lesi sebenarnya bisa limfoma ganas.
Munculnya teknik imunohistokimia untuk mendeteksi monoclonality telah diselesaikan banyak kontroversi mengenai definisi tumor limfoid paru-paru. Sebuah klasifikasi direvisi neoplasma limfoid termasuk limfoma MALT diusulkan. Saat ini, klasifikasi pementasan yang digunakan untuk limfoma ekstranodal adalah sebagai berikut:
a.       Tahap IE           : Keterlibatan paru-paru hanya (bisa bilateral)
b.      Tahap II 1E       : Lung dan kelenjar getah bening hilus
c.       Tahap II 2E       : Lung dan kelenjar getah bening mediastinum
d.      Tahap II 2EW   : Paru dan dinding dada berdekatan atau diafragma
e.       Tahap III           : Keterlibatan paru-paru dan kelenjar getah bening di bawah diafragma
f.       Tahap IV           : Keterlibatan difus dari satu atau lebih organ atau jaringan extralymphatic.
Sebagian besar pasien dengan limfoma paru primer tidak menunjukkan gejala pada presentasi dan penyakit ini sering ditemukan pada rontgen dada skrining. Gejala, jika ada, umumnya tidak spesifik kecuali yang dominan sedikit kelainan pernapasan seperti batuk, dyspnea, nyeri dada, dan hemoptisis. Kasus kami adalah gejala dan disajikan dengan nyeri dada.
Penampilan roentgenographic limfoma paru biasanya digambarkan sebagai massa alveolar atau menyusup dengan tidak jelas dan margin bronchograms udara. Meskipun kurang umum, kekeruhan bulat atau nodul  mungkin muncul seperti dalam kasus yang disajikan. Dengan demikian, temuan roentgenographic adalah variabel dan hanya dapat menyarankan kemungkinan limfoma.
Sebagai prosedur diagnostik, bronkoskopi memiliki hasil diagnostik yang rendah, karena lesi endoluminal cukup langka. Analisis lavage bronchoalveolar untuk penanda sel tumor dan dengan teknik molekuler seperti flow cytometry mungkin menjadi bantuan dalam diagnosis limfoma paru. Baik transthoracic biopsi jarum atau mediastinoscopy berguna dalam diagnosis. Dengan demikian, intervensi bedah, baik oleh torakotomi atau tong, diperlukan untuk diagnosis pada sebagian besar pasien terlihat dengan limfoma paru primer seperti dalam kasus kami.
Peran operasi dalam pengelolaan limfoma paru utama adalah untuk mendapatkan hasil diagnostik dan terapi reseksi. Tumor dioperasi harus didekati dengan maksud reseksi lengkap, sedangkan yang, besar dan dioperasi harus ditangani dengan reseksi terbatas seperti reseksi baji atau bahkan prosedur biopsi untuk mendapatkan jaringan yang cukup untuk pemeriksaan histologis. Hilus dan mediastinum diseksi kelenjar getah bening harus dilakukan sebagai prosedur pementasan. Kami telah melakukan reseksi kuratif sebagai lobektomi dalam kasus disajikan dan hilus-mediastinal kelenjar getah bening yang bebas dari tumor. Tingkat kekambuhan lokal telah dilaporkan setinggi 50%, dan dengan demikian reseksi radikal termasuk pneumonectomies telah direkomendasikan. Namun, reseksi diperpanjang atau kemoterapi pascaoperasi bahkan tidak menawarkan hasil yang lebih baik prognostik.
Berbagai subtipe histologis limfoma non-Hodgkin dapat bermanifestasi sebagai limfoma paru primer. Subtipe histologis yang paling umum dari limfoma paru primer adalah tingkat rendah proses lymphoproliferative yang baik dibedakan B-sel tumor yang muncul untuk muncul dari bronkus terkait jaringan limfoid (BALT). BALT merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dari kelas rendah limfoma ganas jenis MALT seperti yang ditemukan di daerah lambung. Paru kelas rendah limfoma ganas jenis MALT cenderung tetap lokal di paru-paru untuk waktu yang lama. Formulir ini dapat disebut sebagai subtipe dari marjinal-zona B-sel limfoma seperti dalam kasus kami. Jenis histologis kedua yang paling sering limfoma non-Hodgkin untuk melibatkan paru-paru yang menyebar besar B-sel limfoma.
Walaupun pengobatan yang optimal belum jelas, prognosis limfoma non-Hodgkin dari paru-paru yang menguntungkan. Tahap penyakit atau kehadiran regional (hilus) metastasis kelenjar getah bening tidak berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk, sedangkan tipe histologis limfoma harus menjadi faktor prognostik. Limfoma maligna timbul dari MALT tetap lokal sampai terlambat dalam sejarah alam mereka dan dengan demikian membawa withlymphomas prognosis lebih baik dibandingkan yang timbul pada jaringan kelenjar getah bening dari tahap yang sama. Limfoma Benar MALT rendah grade tumor dengan kursus, lambat malas, dan kelangsungan hidup jangka panjang sangat mungkin. Non-MALT jenis limfoma paru-paru umumnya tumor menengah atau bermutu tinggi dengan prognosis yang lebih buruk, yang bisa menunjukkan transformasi untuk tipe sel besar











BAB IV
KESIMPULAN

1.      Non-hodgkin’s lymphoma (NHL/LNH) adalah suatu  keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.
2.      Kasus-Kasus pada Penyakit Limfoma Non-Hodgkin serta treatment disease antara lain  limfoma non-Hodgkin dari sinus sphenoid, Non Hodgkin limfoma pada lidah, dan  Non-Hodgkin limfoma paru-paru.
3.      Tahap- tahap  dalam pengobatan Non-Hodgkin Limfoma dapat dilakukan dengan cara therapy medik dan therapy radiasi dan bedah.














DAFTAR PUSTAKA

Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary Non-Hodgkin’s Lymphoma. Jurnal of Ankara Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999.

Park YM., et al, 2007, Non-Hodgkin’s Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As Isolated Oculomotor Nerve Palsy. World Journal of Surgical Oncology.

Patte C. 1997 ,  Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting. Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;: 278-295

Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta.

Reksidoputro H., 1996, limfoma Malignum Non-Hogkin in Ilmu penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI , Jakarta.
Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta: Dexa Media, 2004; 143-146.

Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology / Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221 – 334.

Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990.