Selasa, 24 September 2013

“Analisa Pengukuran Kadar Larutan Temulawak Menggunakan Metode TLC (Thin Layer Chromatography)”

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan dan  kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah “Analisis Farmasi “ ini.
            Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen pembibing atas kesediaannya dalam membimbing sehingga makalah  ini dapat terselesaikan.
            Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan makalah  ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk sempurnanya makalah ini.

                                                                                            Kendari,   Desember  2012

                                                                                                            Penulis


 


DAFTAR ISI

HALAMAN MUKA
KATA PENGANTAR .........................................................................................................  ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..........................................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah .....................................................................................................  2
C.    Tujuan ........................................................................................................................  2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Kromatografi Lapis Tipis .....................................................................  3
B.     Pembuatan Lapis Tipis .............................................................................................  4
C.    Instrumen KLT .........................................................................................................  6
D.    TLC Scanner 3 CAMAG .........................................................................................  10
E.     Pelaksanaan KLT .....................................................................................................  13
F.     Penggunaan KLT ......................................................................................................  18
G.    Temulawak ................................................................................................................  20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.    Metodologi Penelitian ................................................................................................  19
B.     Peralatan dan Bahan ................................................................................................  20
C.    Prosedur Persiapan dan Inject Sampel ...................................................................  20
D.    Prosedur Proses Pemisahan Sampel ........................................................................  20
E.     Proses Pengukuran (scan) Standar dan Sampel .....................................................  22
F.     Hasil Pengukuran (scan) Standar dan Sampel .......................................................  24

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A.    Analisa Data ...............................................................................................................  28
B.     Pembahasan ...............................................................................................................  33

BAB V KESIMPULAN .......................................................................................................  35

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................  36




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu  curcuminoid dan minyak atsiri. Curcuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning curcumin dan turunannya (desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin). Curcuminoid yang memberikan  warna kuning pada rimpang bersifat antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang, mengandung anti –oksidan.
Didalam  sebuah  produk  seperti  cairan  vitamin atau   obat   sejenis   lainnya   terkadang   sulit   untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung didalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi  dibidang  elektrokimia  saat  ini  telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai kandungan / unsur zat didalam cairan. Adapun teknologi yang masih digunakan saat ini seperti penerapan metode kromatografi. Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan  untuk teknik pemisahan tertentu.
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu yang pertama, fasa tetap ( Stationary Phase ) dan kedua, fasa bergerak ( Mobile Phase ). Dengan adanya penelitian-penelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa -senyawa yang tak berwarna termasuk gas.
Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat  lapisan tipis ( tebal 0.1 -2 mm ) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar ( plat ), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan -pemisahan.
Seperti halnya, kromatografi lapisan tipis yang banyak digunakan akhir-akhir ini oleh sebagian besar laboratorium di Indonesia menggunakan alat berupa TLC Scanner 3 merk CAMAG ( Made in Switzerland ) dengan  metode kromatografi lapisan tipis, yang mana proses pengambilan sample yang berada pada permukaan plat (tempat sample yang telah dilakukan pemisahan) menggunakan scanner didalam alat tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC dan dilakukan proses selanjutnya. Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu menganalisa senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif cepat.
B.     Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1.        Plat lapisan tipis yang akan dipakai adalah plat yang siap digunakan dan tidak perlu untuk membuatnya.
2.        Tidak membahas perlakuan senyawa secara kimia dengan mendetail.

C.    Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan kadar senyawa temulawak dengan menggunakan TLC  serta menganalisa kadar tersebut.























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   PENGERTIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber  pada  tahun 1938.  KLT  merupakan  bentuk  kromatografi  planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium  atau  pelat  plastik.  Meskipun  demikian,  kromatografi  planar  ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. (1)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.  Kromatografi  juga  merupakan  analisis  cepat  yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.(2)
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.(3)
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya  hidrofobik  seperti  lipida    lipida  dan  hidrokarbon  yang  sukar dikerjakan  dengan  kromatografi  kertas.  KLT  juga  dapat  berguna  untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa   murni   skala   kecil.   Pelarut   yang   dipilih   untuk   pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.(2)
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik  (ascending)  atau  karena pengaruh  gravitasi pada  pengembangan secara menurun (descending). Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju pergerakan  yang berbeda. Kromatografi kebanyakan digunakan sebagai alat analisa kuantitatif tetapi dapat juga dipakai secara kualitatif (pembandingan terhadap senyawa-senyawa referensi. (1)
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan beberapa sifat fisika umum dari molekul, yaitu sebagai berikut. (5)
       Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan).
       Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan halus (adsorpsi/penyerapan).
       Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap. 
Kromatografi Lapisan   Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi    pereaksi seperti asam sulfat. (5) 
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. (1)
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : (1)
·         Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
·         Identifikasi  pemisahan  komponen  dapat  dilakukan  dengan  pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
·         Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
·         Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

B.  PEMBUATAN LAPISAN TIPIS (5)
Penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca  / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”.  Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata.  Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat.
Gambar 2.1 Lapisan Tipis
Untuk membuat penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5  -  2.0 mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap  hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering. 
Tabel 2.1 Perbandingan untuk membuat bubur penyerap
Penyerap
Medium bubur penyerap
Perbandingan, gram dalam ml
Silika gel
Metilena klorida : methanol (2:2, v/v)
35 gr dalam 100 ml
Serbuk selulosa
Metilena klorida : methanol (50:50, v/v)
50 gr dalam 100 ml
Alumina
Metilena klorida : methanol (70:30, v/v)
60 gr dalam 100 ml

Sifat yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1    25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang sangat halus akan mengakibatkan aliran  pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih cepat.  Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :   
 Tabel 2.2 Macam-macam penyerap untuk kromatografi lapisan tipis
Zat padat
Digunakan untuk memisahkan
Silika
Asam- asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion, dan kation organic,
sterol, terpenoid.
Alumina
Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam
amino
Kieselguhr
Gula, oligosakarida, asam- asam
lemak, trigliserida, asam -asam
amino, steroid. 
Bubuk selulosa
Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida
Pati
Asam-asam amino
Sephadex
Asam-asam amino, protein

Silika Gel.  Merupakan penyerap yag paling banyak dipakai dalam kromatografi lapisan tipis. Sebagian besar silika gel bersifat sedikit asam maka asam sering agak mudah dipisahkan. Adapun pengikat yang digunakan adalah kalsium sulfat dan kebanyakan biasanya  pada saat membeli telah diberi pengikat.
Alumina. Salah satu penyerap yang dipakai untuk pemisahan basa dan terdapat dalam beberapa bentuk modifikasi. Alumina dapat diperlakukan memakai asam klorida untuk diubah menjadi bentuk asam atau memakai asam nitrat untuk diubah menjadi bentuk netral. Dalam menggunakan alumina biasanya dapat ditambah dengan pengikat saat membeli di toko-toko perdagangan kimia.

C.   INSTRUMENT KLT(5)
1.      Detektor
Detektor pada alat TLC Scanner 3 CAMAG menggunakan photomultipliers. Komponen didalam phot omultipier (PMT) sendiri adalah photomultiplier tube (tabung vakum photomultiplier), photocathode (katoda metalik yang terbuat dari bahan logam multi alkali), struktur dynode (berbentuk lempengan cekung) dan anoda (memilki spectral sensitivity 185-850 nm). 
Prinsip kerja dari PMT adalah permukaan logam katoda  disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari permukaannya, yang biasa disebut dengan efek fotoelektrik dengan kondisi hampa udara.
Gambar 2.2  Konstruksi  photomultiplier tube dan bentuk fisik photomultiplier.

Elektron yang terpancar dan terlepas karena adanya sekumpulan energi yang timbul dan dikuatkan oleh susunan komponen dynode (linier -focused type) secara berurutan dan keluar mengenai anoda. Elektron tersebut terikat dalam logam dengan energi W (eV), yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function), logam yang berbeda memilki fungsi kerja yang berbeda pula. Dan logam katoda yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif, dibawah panjang gelombang pancung  (cutoff  wavelength)  λc, sembarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron.    
Cahaya yang masuk difokuskan dengan melewati focusing electrode dan elektron
mengenai dynode pertama kemudian dipantulkan dan dipancarkan ke dynode kedua sampai ke dynode yang terakhir (proses pengalian) sehingga terjadi muatan elektron yang lebih besar dan timbul tegangan.  
2.      Monokromator
Monokromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak dan infra merah adalah serupa, yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan prisma atau grating. Terdapat 2 macam monokromator yaitu monokromator prisma Bunsen dan monokromator grating Czerney-Turney
Gambar 2.3 Komponen Monokromator secara umum
Gambar 2.4 Monokromator dengan grating
Fungsi prisma adalah untuk memisahkan sinar polikromatis dari sumber cahaya menjadi sinar monokromatis.   Bila seberkas cahaya dilewatkan melalui sebuah prisma, maka cahaya tersebut akandiuraikan menjadi beberapa warna (terdapat berbagai warna merah, jingga, hijau, biru,  dan lain-lain). 
Gambar 2.5 Grating (modus refleksi)
Beda lintasan (modus refleksi) : 
              AB+CD = a(sin (θm) + sin (θi))                          (2.1)
 Sehingga kondisi untuk puncak maksimum menjadi:
                 a(sin (θm ) + sin (θi)) = m λ                               (2.2)


3.      Absorbansi
Penyerapan hanya terjadi jika energi foton yang datang cocok dengan energy yang diperlukan untuk memindahkan satu elektron terluarnya dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi (atau dari pita valensi ke pita konduksi di dalam zat padat).   Dengan
spektroskopi dari cahaya transmisi bisa diketahui tingkat/pita energi dari suatu atom/molekul/zat padat.
Gambar 2.6 Proses terjadinya energi dengan bahan
Berkas radiasi elektromagnet bila dilewatkan pada sampel kimia maka sebagian akan terabsorpsi. Energi elektromagnet yang ditransfer ke molekul sampel akan menaikan tingkat energi (tingkat tereksitasi). Molekul akan dieksitasi sesuai dengan panjang gelombang yang diserapnya.  
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap:
E = h x ν = h x C /λ = h x C / v                          (1.3)
dimana, E = energi yang diserap  
               h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34
 v = frekuensi 
              C = kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/det 
              λ = panjang gelombang  
              ν = bilangan gelombang 
Gambar 2.7 Hubungan antara absorbance dengan penjang gelombang 
 Absorbansi dengan simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It.


A = log (1/T) = log (Io/It) = -  log (T)        (1.4)
             dimana,             A   = Absorbansi / serapan 
Io  = Intensitas sinar yang datang 
                                      It = Intensitas sinar yang diteruskan
                                      T = Transmitance / transmitansi   
4.      Transmitansi
Apabila suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang  diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.  Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi yang diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu :
                                     T = It/Io                                     (2.5)
Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%).
D.    TLC Scanner 3 CAMAG
Alat TLC Scanner 3 CAMAG, terdiri atas bagian -bagian elektronik, yaitu : 
·         A compartment for plate positioning (with motor driver).
·         Optical system.
·         Three light source ( Deuterium lamp, Tungsten    halogen lamp, Mercury vapor lamp). 
·         Scanner setup. 
Terdapat 2 macam cara sistem kerja / sistem pengukuran TLC Scanner 3 CAMAG, a ntara lain :
1.   Absorbance Mode.
2.   Fluorescence Mode.
Gambar 2.8 TLC Scanner 3 (CAMAG)  (Service Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)

 Absorbance Mode
Setelah sampel pada plat TLC mengalami pemisahan, selanjutnya plat TLC dimasukkan kedalam alat TLC Scanner untuk dilakukan pengukuran. Dan ditentukan range panjang gelombang, lalu di start/ dimulai. Prinsip kerja dengan cara absorbance, yaitu energy cahaya   dari sumber lampu yang telah dipilih masuk ke monokromator (M) kemudian cahaya yang keluar dari monokromator akan mengenai mirror dan
dipantulkan menurun mengenai dan melalui Beam Splitter dan langsung mengenai permukaan putih pada plat TLC yang kemudian akan dipantulkan ke detektor pengukuran. Sebagian cahaya yang mengenai Beam Splitter dipantulkan ke reference
detektor. Reference detektor berfungsi untuk mengatur sensitivity / kepekaan cahaya secara otomatis pada detektor pengukuran sehingga mendapatkan  pancaran cahaya lampu yang tepat pada panjang gelombang tertentu. Kedua detektor memakai photomultiplers yang mana lebih sensitive dengan range panjang gelombang yang besar.
Energi cahaya yang dipantulkan dideteksi oleh photomulplier, yang mana photon memukul/mengenai katoda photomultiplier dan dikuatkan oleh dynodes. Kemudian kromatogram (sampel pada plat) discan dan timbul perbedaan tegangan yang dihasilkan pada detektor yang mana diplot sebagai fungsi posisi pengukuran untuk hasil dari sebuah absorption  scan. Jika backgr ound plat discan, intensitas cahaya yang penuh dipantulkan kembali dan menghasilkan sinyal 100% karena disana tidak ada zat yang menyerap cahaya. Bila daerah kromatogram discan kemudian akan menyerap bagian penyinaran cahaya dan memancarkan intensitas cahaya rendah daripada background plat kemudian akan menghasilkan sinyal pada detektor.  
Sistem scanning bekerja berdasarkan pergerakan plat TLC pada compartment secara otomatis dan mempunyai posisi yang dapat diatur terhadap sumbu x dan y. Plat TLC / objek pengukuran yang berada pada compartment digerakkan oleh motor stepper yang terletak dibawah sorotan lampu.
Gambar 2.9 Diagram TLC Scanner 3 absorbace mode  (Service Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)
Absorbance adalah perbedaan diantara cahaya yang terjadi dan cahaya yang terserap diukur sebagai fungsi karakteristik zat. Dengan kata lain, absorbance adalah perbedaan diantara pantulan cahaya yang diukur dari tempat yang kosong pada plat TLC dan pantulan cahaya dari zat pada plat TLC yang sama.   
Flourescence Mode 
Prinsip kerja dengan cara fluorescence sama dengan cara absorbance, yaitu pada saat melakukan scan pada suatu zat pada plat TLC, background plat tidak ada sinyal karena adanya panjang gelombang yang tidak diperlukan akan dihalangi oleh filter.
Jika daerah fluorescent (sampel pada plat) mengalami scanning maka akan memancarkan cahaya yang akan masuk dan melewati filter kemudian menghasilkan sinyal pada detektor. Pengukuran fluorescent ini hanya untuk menganalisa zat yang tidak tampak.
Gambar 2.10  Diagram TLC Scanner 3 fluorescence mode  (Service Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)
              Hasil sinyal output dari detektor dihubungkan dengan perangkat elektronik seperti amplifier dan A/D Converter.  Setelah sinyal output dari detektor masuk ke A/D Converter, lalu sinyal output (analog) ini akan diubah menjadi sinyal digital, yang mana akan dihubungkan langsung ke PC melalui connection serial interface RS232. Dengan
didukungnya software WinCATS maka dapat mengetahui nilai konsentrasi zat dan dapat menampilkan gambar Peak (puncak kromatogram), yang mana gambar peak ini berbentuk mirip dengan kurva Gaussian, yang menunjukkan karakteristik tersendiri dari zat yang diukur.





E.  PELAKSANAAN KLT
1.  Fase Diam (1)
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.
Tabel 2.3 Beberapa penjerap fase diam yang digunakana pada KLT
Penjerap
Mekanisme Sorpsi
Penggunaan
Silika gel
Adsorpsi
Asam amino, hdirokarbon, vitamin, alkaloid
Silika modifikasi dengan hidrokarbon
Partisi termodifikasi
Senyawa-senyawa non polar
Serbuk selulosa
Partisi
Asam amino, nukleotida, akrbohidrat
Alumina
Adsorpsi
Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid
Kieselgur
Partisi
Gula, asam-asam lemak
Selulosa penukar ion
Pertukaran ion
Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam
Gel sephadex
Eksklusi
polimer, protein, kompleks logam
β-siklodekstrin
Interaksi adsorpsi stereospestik
Campuran enansioner

2.  Fase Gerak (1)
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
·         Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
·         Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
·         Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas  fase  gerak akan  menentukan  kecepatan  migrasi  solute  yang berarti  juga  menentukan  nilai  Rf.  Penambahan  pelarut  yang  bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
·         Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut  sebagai  fase  geraknya,  seperti  campuran  air  dan  methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.
3.  Aplikasi (Penotolan) Sampel (1)
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl,  maka  penotolan  harus  dilakukan  secara  bertahap  dengan  dilakukan pengeringan antar totolan.
4.  Pengembangan (1,4)
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan  fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.
Gambar  berikut  ini  menunjukkan  posisi  dari  totolan  sampel,  posisi lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :

Gambar 2.11 Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis pembatas penotolan sampel dan batas eluen.
Gambar 2.12 : Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas ataspengelusian.
5.  Deteksi Bercak (1,4)
Deteksi bercak pada KLt dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa  digunakan  adalah  dengan  mereaksikan  bercak  dengan  suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa    yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.
   Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
·           Menyemprot  lempeng  KLT  dengan   reagen  kromogenik   yang  akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
·           Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang  emisi  254  atau  366  untuk  menampakkan  solute  sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
·         Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
·         Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
·         Melakukan  scanning  pada  permukaan  lempeng  dengan  densitometer, suatu   instrument   yang   dapat   mengukur   intensitas   radiasi   yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyera[p sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
Berikut ini adalah gambar lempeng dengan menggunakan penampak bercak dengan pendarfluor dan cara kimia (penyemprotan ) :
  Gambar 2.13 : Penampakan bercak dengan penyemprotan
Gambar 2.15 : Penampakan bercak dengan paparan sinar UV




6.  Perhitungan Nilai Rf (4)
Senyawa -senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi -reaksi warna. Pada  umumnya untuk identifikasi senyawa menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut :
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen
      jarak yang ditempuh oleh pelarut
Harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga -harga standard. Perlu diperhatikan bahwa harga -harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun demikian harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh.  Senyawa standard biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram.  
Dalam kromatografi lapisan tipis perlu mengusahakan atmosfer bejana dalam keadaan jenuh dengan uap pelarut. Bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut dan digunakan pelarut campuran maka akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat dibagian tepi-tepi plat daripada dibagian tengahnya. Keadaan ini harus dicegah karena dapat menimbulkan tidak ratanya dalam memisahkan tiap -tiap senyawa / sampel.
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.

Gambar 2.16 : Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen.

7.   Alternatif Prosedur KLT (1)
Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan  resolusi, sensitifitas,  kecepatan, reprosudibilitas dan selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi, Pengembangan kontinyu dan Pengembangan gradient.
KLT 2 dimensi atau KLT 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.
Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya  alas  tangki)  melalui  suatu  lapisan  dan  dibuang  dengan  cara tertentu pada ujung lapisan.
Pengembangan gradient dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama system ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit.

F.    PENGGUNAAN KLT
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai  untuk  kromatografi  kolom,  serta  memantau  kromatografi  kolom, melakukan screening sampel untuk obat.(1)
Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa  baku.  Parameter  pada  KLT  yang  digunakan  untuk  identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2  cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan.(1)
Saat ini metode KLT semakin berkembang dengan hadirnya KLT-KT (Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi), dimana cara ini lebih efisien  dan dengan menghasilkan analisa yang lebih baik dibandingkan KLT biasa.

G. TEMULAWAK
Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu  curcuminoid dan minyak atsiri. Curcuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning curcumin dan turunannya (desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin). Curcuminoid yang memberikan  warna kuning pada rimpang bersifat antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang, mengandung anti -oksidan. Sedangkan minyak atsiri berbau dan berasa yang khas.
Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak 3- 12% Sedangkan untuk curcuminoid, dalam temulawak 1-2%. Untuk menentukan persentase ini dilakukan pemanasan pada temperatur 50-55 ºC , supaya tidak merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari curcuminoid.  
Kajian dan penyelidikan atas temulawak (Curcuma xanthorrhiza)   membuktikan bahwa rimpangnya mengandungi banyak zat kimiawi yang memberikan pengaruh positif terhadap organ dalam manusia seperti empedu, hati dan pankreas. Selain itu dapat menambah selera makan, berkemampuan merangsang perjalanan sistem hormon metabolisme dalam tubuh. Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 29 -30 persen, curcumin satu sampai dua persen, dan minyak atsirinya antara 6 hingga 10 persen. Daging buah / umbi (rimpang) temulawak bentuknya bulat seperti telur dan beruku ran besar dan mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang mengharumkan, sedangkan kandungan flavonoida-nya berkhasiat menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Komponen utama rimpang temulawak adalah : 
·         Pati 48.18%  -  59.64% :  membantu proses metabolism dan fisiologi organ badan. 
·         Protein 29.00% - 30.00% 
·         Serat kasar mineral 2.58%  -  4.83% : memulihkan kecergasan badan (bersifat tonik).  
·         Curcuminoid 1.60%  -  2.20%  :  melancarkan proses pencernaan tubuh. 
·         Minyak asiri 6.00% -  10.00%  :  meningkatkan fungsi ginjal 
·         Phelandren  :  melancarkan penge luaran toksik dalam tubuh melalui air kencing. 
·         Turmerol :  membantu proses metabolisme
·         Borneol :  memulihkan kesehatan tubuh badan akibat serangan penyakit.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.  Metodologi Penelitian
Adapun metodologi yang digunakan pada  penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

B.  Peralatan dan Bahan
Terdapat beberapa peralatan dan bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini. Peralatan  dan bahan yang digunakan meliputi : 
1.   Plat lapisan tipis ukuran 20 x 20 cm, tebal 0.1-2 mm, yang terbuat dari plat aluminium tipis  dan telah dilapisi silika gel.
2.   Serbuk standard curcuminoid. 
3.   Sampel yang akan dianalisa, berupa serbuk temulawak.
4.   Solvent / pelarut (sesuai dengan perlakuan sampel tertentu). 
5.   Micropipet 100 µl.
6.   Bejana kaca.
7.   TLC Scanner 3 CAMAG.
C.  Prosedur Persiapan dan Inject Sampel
Gambar 3.2 Diagram Persiapan dan Inject Sampel
Sebelum melakukan prosedur ini, plat lapisan tipis yang digunakan adalah dengan ukuran 20 x 10 cm (dibagi menjadi 2 yang semula ukurannya 20 x 20 cm) lalu menyiapkan standard curcuminoid dan sampel temulawak masing-masing 1000 ppm dan menginjeksikan sampel tersebut, yaitu sebagai berikut :  
1.         Ambil standard curcuminoid sekitar 5 µl dari 1000 ppm dengan menggunakan pipa kapiler kaca / micropipet.
2.         Plat lapisan tipis diletakkan diatas permukaan yang datar.
3.         Tentukan jarak 10 mm dari bagian bawah plat lalu batas kanan dan kiri 15 mm (untuk
meneteskan 9 standard) dan batas sampel satu dengan yang lain 15.4 mm dengan menggunakan pensil. 
4.         Untuk penempatan sampel, ujung penetes (micropipet) tepat sedikit diatas permukaan
lapisan tipis kemudian teteskan ( inject ) sampel standard yang berada didal am pipa kapiler kaca / micropipet  tersebut sebesar 0.1 µl (sampel pertama). 
5.         Biarkan beberapa saat hingga kering (untuk sampel standard yang diketahui konsentrasinya) sampai beberapa kali dengan nilai konsentrasi yang berbeda-beda (0.1    0.9 µl). 
6.         Lakukan hal yang sama pada sampel yang belum diketahui nilai konsentrasinya, yaitu sampel temulawak sebanyak 3 kali dengan meneteskan / inject masing -masing sebesar 20 µl). 
7.         Setelah dilakukan prosedur diatas (langkah no. 1- 6) maka secara langsung melanjutkan langkah  prosedur pemisahan sampel.
Untuk membuat larutan standard 1000 ppm dari  melarutkan 10 mg serbuk standar curcuminoid dengan pelarut metanol 10 ml sedangkan untuk sampel 1000 ppm dari melarutkan 100 mg serbuk sampel temulawak dengan pelarut metanol 5 ml.
     Gambar 3.3 Standard curcuminoid dan sampel temulawak yang diinjeksikan pada plat

D.  Prosedur Proses Pemisahan Sampel
Gambar 3.4 Diagram Proses Pemisahan
Proses Pemisahan Sampel ini dimaksudkan dengan cara pengembangan / penguraian sampel didalam bejana, yaitu sebagai berikut :
1.      Plat lapisan tipis yang telah ditetesi sampel tersebut dimasukkan kedalam suatu bejana yang berisi pelarut (heksane dan etil asetat ; 1:1) yang dalamnya sekitar 0.8 cm yang bertindak sebagai fasa gerak. 
2.      Tinggi pelarut dalam bejana harus dibawah titik sampel yang berada pada plat lapisan tipis. Jangan sampai titik sampel tercelup dalam pelarut. 
3.      Bejana ditutup dengan penutup dan pelarut dibiarkan merambat naik melewati sampel sampai kira-kira tiga per empat plat lapisan tipis. 
4.      Setelah pelarut naik sampai hampir ujung atas lapisan (sekitar ± 8 cm), lapisan tipis diambil dari bejana sehingga terdapat penampakan uraian/pengembangan sampel, waktu rata-rata untuk plat lapisan tipis pada silika gel adalah sekitar 20-30 menit. Biarkan beberapa saat hingga kering.
Gambar 3.5 Hasil pemisahan standard curcuminoid dan sampel temulawak pada plat 
E.     Proses Pengukuran (Scan ) Standar dan Sampel
Gambar 3.6. Diagram proses pengukuran
Sebelum  memulai scan spektrum terlebih dahulu mengatur posisi scan pada sumbu y didalam program WinCATS :
  Batas scan awal  = 21.6 mm 
  Batas scan akhir = 38.6 mm
Setelah itu, plat dimasukkan kedalam alat TLC Scanner dan terlebih dahulu melakukan  pengukuran spektrum. Pengukuran ( scan ) spektrum yang dimaksud adalah perbedaan diantara pantulan cahaya yang diukur dari tempat yang kosong pada plat TLC dan pantulan cahaya dari zat / sampel pada plat TLC yang sama.  
Untuk pengukuran spektrum sampel pertama dengan cara pilih sumber cahaya lampu Tungsten -Halogen (range panjang gelombang 350 -800 nm) dengan setting 200 -600 nm lalu start maka alat akan mengukur spektrum sampel pertama sampai sampel berikutnya. Pengukuran diawali dengan mengatur panjang gelom bang 200 nm oleh monokromator dan secara bertahap berpindah ke panjang gelombang berikutnya (210,220,dst) sampai mencapai panjang gelombang terakhir (600 nm). Setelah selesai sampai sampel yang terakhir maka akan menampilkan gambar spektrum masing-masing sampel. Kemudian pilih panjang gelombang puncak dari gambar tersebut, yaitu 425 nm. Setelah melakukan pengukuran spektrum selanjutnya dilakukan scanning standard dan sampel dengan cara energi cahaya dari sumber cahaya lampu Tungsten -Halogen (range panjang gelombang 350 -800 nm) dengan setting 425 nm masuk ke monokromator kemudian cahaya yang keluar dari monokromator akan mengenai mirror dan dipantulkan menurun mengenai dan melalui Beam Splitter dan langsung mengenai permukaan putih pada plat TLC yang kemudian   akan dipantulkan ke detektor pengukuran. Sebagian cahaya yang mengenai Beam Splitter dipantulkan ke reference detektor. Reference detektor berfungsi untuk mengatur sensitivity / kepekaan cahaya secara otomatis pada detektor pengukuran sehingga mendapatkan  pancaran cahaya lampu yang tepat pada panjang gelombang tertentu. Kedua detektor memakai photomultiplers yang mana lebih sensitive dengan range panjang gelombang yang besar. 
Pada saat proses scan, compartment pembawa plat bergerak perlahan dari ujung sampel pertama mengenai dan melewati cahaya slit sampai akhir sampel dan setelah itu akan menampilkan peak/kurva (karena menghasilkan sinyal < 100%) lalu bergerak kembali menuju sampel kedua tetapi sebelum itu cahaya slit mengenai permukaan putih pada plat /  background plat dan tidak membentuk peak/kurva (karena menghasilkan sinyal 100%).
Setelah selesai melewati permukaan putih, selanjutnya cahaya slit  mengenai sampel kedua sampai akhir sampel dan menampilkan lagi peak/kurva, begitu seterusnya sampai sampel  yang terakhir. Peak / kurva yang didapat adalah berbentuk kurva terbalik karena pada saat scan sampel cahaya menyinari sampel lalu sampel menyerap sebagian cahaya dan memantulkan cahaya ke detektor sehingga  menghasilkan energi yang dipantulkan sampel lebi h kecil daripada energi datang saat menyinari sampel. Oleh karena itu, detektor dilengkapi dengan rangkaian inverter, yang berfungsi sebagai pembalik kurva menjadi keatas sehingga menampilkan peak/kurva keatas seperti kurva gaussian dan sekaligus untuk mempermudah dalam pembacaan.       
Hasil kedua sinyal output dari detektor timbul perbedaan tegangan yang mana diplot sebagai fungsi posisi pengukuran  dan  dihubungkan dengan perangkat elektronik seperti amplifier sebagai penguatan sinyal lalu dihubungkan ke  A/D Converter, untuk mengubah sinyal analog (tegangan) dari amplifier menjadi sinyal digital yang mana dapat dibaca dan dihubungkan langsung ke PC melalui connection serial interface RS232. Dengan didukungnya software WinCATS yang terdapat pada PC maka da pat menampilkan  gambar peak (puncak kromatogram) dari sampel tersebut serta area spektrum warna sampel dengan panjang gelombang tertentu, yang mana gambar peak/kurva ini berbentuk mirip dengan kurva Gaussian, yang menunjukkan karakteristik tersendiri dari   senyawa yang diukur.
Sistem scanning bekerja berdasarkan pergerakan plat TLC pada compartment secara otomatis dan mempunyai posisi yang dapat diatur terhadap sumbu x dan y. Plat TLC / objek sampel pengukuran yang berada pada compartment digerakkan oleh motor stepper yang terletak dibawah sorotan lampu.  
F.     Hasil Pengukuran (Scan ) Standar dan Sampel
Gambar 3.7 Bentuk spektrum 12 sampel yang diukur
Gambar 3.8 Data Hasil Pengukuran Spektrum
Pada gambar spektrum diatas adalah hasil pengukuran (scan) spektrum standard dan sampel mulai dari panjang gelombang 200 –  600 nm, yang mana dapat ditentukan nilai panjang gelombang yang memiliki kesamaan pada puncak spektranya (425 nm).
Gambar 3.9 Kurva Standard Curcuminoid 1

Gambar 3.10 Kurva Standard Curcuminoid 2
Gambar 3.11 Kurva Standard Curcuminoid 3
Dari kurva standard diatas adalah hasil pengukuran (scan) dengan menggunakan panjang gelombang 425 nm. 
Gambar 3.12  Kurva Sampel Temulawak 1
Gambar 3.13  Kurva Sampel Temulawak 2
Gambar 3.14   Kurva Sampel Temulawak 3
Dari ketiga kurva sampel temulawak diatas diukur dengan menggunakan panjang gelombang 425 nm dan gambar 3.21 dibawah ini adalah kurva keseluruhan dari 12 macam sampel (9 standard dan 3 sampel) dengan tampilan 2 dimensi.
Gambar   3. 15 Kurva Standard dan Sampel secara keseluruhan
Untuk gambar  kurva  standard dan sampel diatas dengan menggunakan panjang gelombang 425 nm. Panjang gelombang tersebut didapat dari hasil pengukuran (scan) spektrum 12 sampel dan diperoleh panjang gelombang puncak sebesar 425 nm.







BAB IV
ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN
A.    Analisis Data
1.       Data Senyawa Standard Curcuminoid dan Senyawa Temulawak.
Untuk plat lapisan tipis menggunakan plat aluminium tipis dengan ukuran 20 x 10 cm (dibagi menjadi 2 yang semula ukurannya 20 x 20 cm), dan membuat batas kanan dan  kiri 1.5 cm, batas bawah dan atas 1 cm  dari titik sampel ke tepi plat.
Tabel. 3.1 Data Berat Senyawa dan Area
No.
Nama Senyawa
Berat senyawa (ng)
Area
1.
Standard curcuminoid 1
100
7500
2.
Standard curcuminoid 2
200
13132.34
3.
Standard curcuminoid 3
300
17018.33
4.
Standard curcuminoid 4
400
20668.43
5.
Standard curcuminoid 5
500
22902.21
6.
Standard curcuminoid 6
600
24620.62
7.
Standard curcuminoid 7
700
26447.63
8.
Standard curcuminoid 8
800
27259.92
9.
Standard curcuminoid 9
900
28230.53
10.
Temulawak 1
712.5
26110.21
11.
Temulawak 2
713.81
26142.49
12.
Temulawak 3
723.55
26382.93

Gambar 4.1 Batas antara tepi plat dengan sampel
Setelah menentukan batas sampel plat dengan tanda pensil lalu masukkan plat kedalam alat TLC dan letakkan diatas  compartment dan tentukan batas kiri/kanan antara tepi plat dengan sampel (sumbu x) dan tentukan pula batas bawah antara tepi plat dengan sampel (sumbu y) menggunakan keypad TLC atau dapat mengatur langsung dari program (gambar 4.2), dengan nilai sumbu x se besar 15 mm dan sumbu y sebesar 10 mm dan jarak sampel satu dengan yang lain 15.4 mm.
Gambar 4.2 Pengaturan batas sampel pada plat
Setelah selesai ditentukan batas sampel pada plat lalu plat diambil dan dilakukan proses pemisahan. Selanjutnya setelah proses pemisahan selesai lalu plat dimasukkan kembali kedalam TLC dan diletakkan di posisi compartment yang sama dengan sebelumnya sehingga didapatkan hasil Rf :
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen   =   a
                                               jarak yang ditempuh oleh pelarut           b

Gambar 4.3 Jarak Rf sampel dengan pelarut
Besarnya nilai a dan b diketahui dari hasil posit ioning yang dilakukan secara otomatis pada TLC, yaitu nilai a = 2 cm dan nilai b = 8 cm sehingga menghasilkan nilai Rf sebesar 0.25 untuk posisi standard curcuminoid 1 sampai 9 dan sampel temulawak 1 sampai 2, sedangkan nilai Rf = 0.26 untuk sampel 3. Adan ya perbedaan Rf tersebut karena posisi sampel temulawak 3 sedikit naik dibanding dengan sampel temulawak 2 (gambar 4.9). 
Setelah melalui proses pemisahan, sampel yang berada dipermukaan plat menjadi bentuk berat senyawa. Dengan demikian didapatkan nilai berat senyawa   dengan rumus : (seperti pada pers.2.9)
Berat senyawa             = 1000 ppm x 0.1 µl
                                    =  1000 µg    x 0.1 µl
                                              1000 µl
                                    = 0.1µg = 100 ng senyawa
                                       (standard curcuminoid 1)
2.      Hasil Pengukuran ( Scan ) Standard dan Sampel
Gambar 4.4 Kurva Standard Curcuminoid 1
Pada gambar peak/kurva standard diatas terdapat garis merah  disebabkan karena posisi slit tidak memulai / mengawali scan dari tepi senyawa melainkan langsung menuju ¼ bagian sampel sehingga mempunyai peak yang tidak berawal /  tidak sejajar.
Sedangkan pada gambar peak sampel terdapat 2 peak disebabkan karena adanya ketidaktelitian dalam menentukan batas scan didalam pengaturan posisi scan sehingga ada sebagian senyawa lain yang ikut masuk sewaktu melakukan scan (gambar 4.6).
Gambar 4.5 Kurva Sampel Temulawak 1
Gambar 4.6 Kurva Standard dan Sampel secara keseluruhan
Gambar diatas adalah peak semua standard dan sampel denga n panjang gelombang 425 nm. 
3.      Membuat Kurva Kalibrasi
Setelah melalui proses scan maka akan  mendapatkan nilai area standard yang akan digunakan didalam persamaan regresi linier dan  disertai pula besarnya berat senyawa standard, yaitu sebagai berikut:
Y = ax   + b
dimana,  y = Area 
a = Slope 
x = Berat Senyawa 
b = Intercept
Untuk membuat kurva kalibrasi, terdapat 9 data hasil area standard dan berat senyawa standard yang diketahui sebelumnya.
Gambar 4.7 Kurva Kalibrasi Standard Curcuminoid
  Dari hasil kurva kal ibrasi diatas didapatkan persamaan linier :
Y = 24.69x  +  8522 ; r = 0.95870
Gambar 4.8 Data Kurva Kalibrasi Standard   Curcuminoid
Setelah membuat kurva kalibrasi, selanjutnya dengan memasukkan nilai area sampel temulawak yang telah diketahui dari proses pengukuran sebelumnya kedalam persamaan regresi linier dan hasilnya akan didapat berupa berat senyawa sampel,
yaitu sebagai berikut  :  
Tabel 4.2 Berat Senyawa Sampel
No.
Nama Senyawa
Berat Senyawa (ng)
1.
Temulawak 1
712.50
2.
Temulawak 2
713.81
3.
Temulawak 3
723.55



4.      Perhitungan Kadar
Dari persamaan hasil regresi linier untuk kurva kalibrasi standard, didapat hubungan antara berat  senyawa standard dengan area. Setelah mendapatkan hasil dari kurva kalibrasi, area  sampel dimasukkan kedalam persamaan regresi linier lalu akan mendapatkan berat senyawa sampel kemudian dilakukan perhitungan kadar senyawa.
Serbuk temulawak 100 mg dilarutkan kedalam 5 ml metanol (MeOH) lalu mengambil sampel dari larutan tersebut sebesar 20 µl dengan micropipet. (seperti pada pers.2.7)  
  5000 µl  x  712.50 ng = 178125 ng = 0. 178125 mg
    20 µl
      Kadar dalam serbuk           = 0. 178125 mg   x 100 %
                                                          100 mg
                                                 = 0. 178125 % 
Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar dengan TLC
No.
Nama Senyawa
Kadar (%)
1.
Temulawak 1
0.178125
2.
Temulawak 2
0.178453
3.
Temulawak 3
0.180887

Rata-rata
0.179155
 
Pada hasil perhitungan diatas didapat kadar  curcuminoid didalam sampel temulawak 1 sebesar  0.178125 % dan didalam sampel temulawak 2 sebesar 0.178453 % serta didalam sampel temulawak 3 sebesar 0.180887 %. 

B.     Pembahasan 
Setelah melalui proses pemisahan, sampel yang berada dipermukaan plat menjadi bentuk berat senyawa dan tidak lagi terdapat pelarut didalam sampel karena pada saat selesai proses pemisahan dan telah dikeringkan maka pelarut dalam senyawa  akan menguap secara sepenuhnya (sifat dari pelarut) sehingga dari besar inject 0.1 µl yang diinjeksikan pada plat menjadi 100 ng setelah dikeringkan. 
Dalam menentukan besar inject diusahakan mengambil sekecil mungkin dari larutan standard (0.1  µl) dan bila menentukan besar inject yang lebih besar maka akan terjadi tailing (spot sampel mengekor) pada saat proses pemisahan dan nantinya akan mempengaruhi pembacaan scanner ke luasan sampel. Spot sampel yang ideal adalah spot sampel yag berbentuk  bulat, elips, maupun  persegi. Besar inject pada sampel 20 µl didapatkan dari trial percobaan yang dilakukan lebih dari 3 kali (untuk mengetahui masuk tidaknya sampel didalam  kurva kalibrasi).
Nilai atau jarak Rf pada standard dan sampel yang timbul perbedaan nilai Rf itu tergantung pada laju pergerakan pelarut dalam menggerakkan dan  memisahkan sampel, biasanya hal ini sering terjadi dan tidak mempengaruhi pengukuran (selisih Rf ±1). Nilai Rf yang ideal atau yang dianjurkan sebesar 0.02    0.08 tetapi boleh diluar range tersebut  asalkan mempunyai kurva/peak yang bagus (kurva senyawa satu dengan yang lainnya terpisah dan memiliki jarak) dan tidak boleh diluar range dan bila mempunyai kurva yang jelek / tidak bagus (kurva senyawa satu dengan yang lainnya saling berhimpitan dan tidak memiliki jarak) (ditunjukkan  pada gambar 4.5) .  
Hasil pengukuran pada kurva standard dan sampel yang tidak sejajar / berawal dari nol disebabkan karena  posisi slit tidak memulai/mengawali scan dari tepi senyawa melainkan langsung menuju ¼ bagian sampel  dan adanya ketidaktelitian dalam menentukan batas scan didalam pengaturan posisi scan sehingga ada sebagian senyawa lain yang ikut masuk sewaktu melakukan scan  (gambar 4.4).
Keadaan ini sebenarnya tidak boleh terjadi karena dapat mempengaruhi nilai luas area dan kadarnya. Oleh karena itu, penting bagi orang yang melakukan pengaturan batas scan harus dilakukan sebaik mungkin agar dapat memperoleh luas area dan kadar yang lebih baik. 
Pada proses pemisahan menggunakan campuran pelarut heksane dan etil asetat dengan perbandingan 1:1 maka standard curcuminoid  tidak akan pecah atau terpisah menjadi beberapa golongan senyawa dan menjadi satu kesatuan yang utuh (karena didalam standard curc uminoid masih ada beberapa senyawa lain, yaitu desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin). 
Dalam memilih pelarut diharuskan untuk menggunakan pelarut (fasa gerak) yang mempunyai sifat polar yang lebih tinggi dari silika gel / fasa diam (bahan yang mela pisi plat) sehingga sampel dapat dialirkan dan dipisahkan dari senyawa-senyawa yang lain tetapi bila sifat polar dari pelarut lebih rendah dari silika gel maka sampel tidak dapat dialirkan dan dipisahkan (karena terjadi ikatan yang saling mengikat antara p elarut dengan silika gel). Silika gel / fasa diam mempunyai sifat polar yang baik adalah mengandung banyak ikatan OH (plat TLC yang saat ini dipakai).

BAB V
 KESIMPULAN

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.  Kromatografi  juga  merupakan  analisis  cepat  yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya yag dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik  seperti  lipida    lipida  dan  hidrokarbon  yang  sukar  dikerjakan dengan kromatografi kertas. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis bisa digunakan dengan kromatogram atau perhitungan Rf atau pengidentifikasian senyawa-senyawa. Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Identifikasi bercak pada lempeng kromatogram dapat dilakukan dengan cara kimia dan cara fisika. KLT dapat digunakan untuk analisa kualitatif, kuantitatif dan analisa preparatif.
Telah dapat ditentukan kadar curcuminoid dengan menggunakan metode TLC. Hasil penentuan kadar sampel yang diukur adalah kadar senyawa temulawak 1 sebesar 0.178125 % dan kadar senyawa temulawak 2 sebesar 0.178453 % serta kadar senyawa temulawak 3 sebesar 0.180887 %.












DAFTAR PUSTAKA

1.    Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
2.    Kromatografi Lapis Tipis. 2009. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html. diakses 27 Desember 2012.
3.   Roy  J.  Gritter,  James  M.  Bobbit,  Arthur  E.  S.,  1991.  Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
4.  Kromatografi Lapis Tipis. 2009. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_ analisis/ kromatografi1/ kromatografi_ lapis_tipis/ . Diakses 27 Desember 2012.
5.   Zainal Abidin. 2011.  Analisa Pengukuran Kadar Larutan Temulawak Menggunakan Metode TLC (Thin Layer Chromatography) . Penelitian Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fisika –  Fakultas Teknologi Industri  Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya.



















1 komentar:

  1. Casino Slot Machines in Riverside, CA - MapYRO
    Find Casino Slot 경기도 출장안마 Machines in Riverside, CA and 동해 출장마사지 other places to play Casino Slot Machines 고양 출장안마 in Riverside. We have a large selection of Video Poker Machines 나주 출장마사지 and 과천 출장안마

    BalasHapus