KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan
dan  kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah “Analisis Farmasi “
ini.
            Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen pembibing
atas kesediaannya dalam membimbing sehingga makalah  ini dapat terselesaikan.
            Penulis menyadari
sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan
makalah  ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua
pihak untuk sempurnanya makalah ini.
                                                                                            Kendari,   Desember  2012
                                                                                                            Penulis
 
DAFTAR ISI
HALAMAN MUKA
KATA
PENGANTAR .........................................................................................................  ii
DAFTAR
ISI .........................................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..........................................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah .....................................................................................................  2
C.    Tujuan ........................................................................................................................  2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan
dan  kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah “Analisis Farmasi “
ini.
            Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen pembibing
atas kesediaannya dalam membimbing sehingga makalah  ini dapat terselesaikan.
            Penulis menyadari
sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan
makalah  ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua
pihak untuk sempurnanya makalah ini.
                                                                                            Kendari,   Desember  2012
                                                                                                            Penulis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Kromatografi Lapis Tipis .....................................................................  3
B.     Pembuatan Lapis Tipis .............................................................................................  4
C.    Instrumen KLT .........................................................................................................  6
D.    TLC Scanner 3 CAMAG .........................................................................................  10
E.     Pelaksanaan KLT .....................................................................................................  13
F.     Penggunaan KLT ......................................................................................................  18
G.    Temulawak ................................................................................................................  20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.    Metodologi Penelitian ................................................................................................  19
B.     Peralatan dan Bahan ................................................................................................  20
C.    Prosedur Persiapan dan Inject Sampel ...................................................................  20
D.    Prosedur Proses Pemisahan Sampel ........................................................................  20
E.     Proses Pengukuran (scan) Standar dan Sampel .....................................................  22
F.     Hasil Pengukuran (scan) Standar dan Sampel .......................................................  24
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A.    Analisa Data ...............................................................................................................  28
B.     Pembahasan ...............................................................................................................  33
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 36
BAB I 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Temulawak
telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan
fisiologi, yaitu  curcuminoid dan minyak
atsiri. Curcuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning curcumin dan
turunannya (desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin).
Curcuminoid yang memberikan  warna kuning
pada rimpang bersifat antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang,
mengandung anti –oksidan.
Didalam  sebuah 
produk  seperti  cairan 
vitamin atau   obat   sejenis  
lainnya   terkadang   sulit  
untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung
didalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi 
dibidang  elektrokimia  saat 
ini  telah memiliki peranan
penting dalam menentukan berbagai kandungan / unsur zat didalam cairan. Adapun
teknologi yang masih digunakan saat ini seperti penerapan metode kromatografi.
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan 
untuk teknik pemisahan tertentu. 
Pada dasarnya semua cara kromatografi
menggunakan dua fasa yaitu yang pertama, fasa tetap ( Stationary Phase ) dan
kedua, fasa bergerak ( Mobile Phase ). Dengan adanya penelitian-penelitian baru
yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa -senyawa
yang tak berwarna termasuk gas. 
Pada kromatografi lapisan tipis,
terdapat  lapisan tipis ( tebal 0.1 -2 mm
) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga
datar ( plat ), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari
plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan tipis dapat
digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan -pemisahan. 
Seperti halnya, kromatografi lapisan tipis
yang banyak digunakan akhir-akhir ini oleh sebagian besar laboratorium di
Indonesia menggunakan alat berupa TLC Scanner 3 merk CAMAG ( Made in
Switzerland ) dengan  metode kromatografi
lapisan tipis, yang mana proses pengambilan sample yang berada pada permukaan
plat (tempat sample yang telah dilakukan pemisahan) menggunakan scanner didalam
alat tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC dan dilakukan proses
selanjutnya. Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu
menganalisa senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif
cepat.
B.     Rumusan Masalah
Adapun
beberapa masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1.       
Plat lapisan tipis yang akan
dipakai adalah plat yang siap digunakan dan tidak perlu untuk membuatnya.
2.       
Tidak membahas perlakuan
senyawa secara kimia dengan mendetail.
C.    Tujuan
Tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk
menentukan kadar senyawa temulawak dengan menggunakan TLC  serta menganalisa kadar tersebut.
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA
A.   PENGERTIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber  pada  tahun 1938. 
KLT  merupakan  bentuk 
kromatografi  planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang
datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium  atau 
pelat  plastik.  Meskipun 
demikian,  kromatografi  planar 
ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. (1)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan.  Kromatografi  juga 
merupakan  analisis  cepat 
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.(2)
KLT dapat dipakai dengan dua
tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil
kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system
pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi.(3)
KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya 
hidrofobik  seperti  lipida 
–  lipida  dan 
hidrokarbon  yang  sukar dikerjakan  dengan 
kromatografi  kertas.  KLT  juga  dapat 
berguna  untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa   murni  
skala   kecil.   Pelarut  
yang   dipilih   untuk  
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan
lapisan tipis
seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi –
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT
adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa
murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu
bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.(2)
Fase gerak yang dikenal
sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
kapiler pada pengembangan secara menaik 
(ascending)  atau  karena pengaruh  gravitasi pada  pengembangan secara menurun (descending). Komponen-komponen yang berbeda bergerak
pada laju pergerakan  yang berbeda.
Kromatografi kebanyakan digunakan sebagai alat analisa kuantitatif tetapi dapat
juga dipakai secara kualitatif (pembandingan terhadap senyawa-senyawa
referensi. (1)
Pemisahan
secara kromatografi dilakukan dengan beberapa sifat fisika umum dari molekul,
yaitu sebagai berikut. (5)
•      
Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan). 
•      
Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan halus
(adsorpsi/penyerapan). 
•      
Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap.  
Kromatografi
Lapisan   Tipis (KLT) merupakan cara
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak
bereaksi dengan pereaksi  –  pereaksi seperti asam sulfat. (5)  
Kromatografi lapis tipis
dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan
kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi
lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan
hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. (1)
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : (1)
·        
Kromatografi lapis tipis
banyak digunakan untuk tujuan analisis.
·        
Identifikasi  pemisahan 
komponen  dapat  dilakukan 
dengan  pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
·        
Dapat dilakukan elusi secara
menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
·        
Ketepatan penentuan kadar
akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
B.  PEMBUATAN LAPISAN TIPIS (5)
Penyerap
dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya
digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis
dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi.
Seringkali bentuk plat kaca  / aluminium
dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai
“standard”.  Hal yang penting yaitu bahwa
permukaan dari plat harus rata.  Plat
-plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan
detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi
hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan
menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari
tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat. 
Gambar 2.1 Lapisan Tipis
Untuk
membuat penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi
bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk
sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan
merupakan faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal
standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5  -  2.0
mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan
menggunakan penyerap  hingga 250 mg untuk
plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan tebal ialah
adanya tendensi mengelupas bila kering.  
Tabel 2.1 Perbandingan untuk membuat bubur penyerap
| 
   
Penyerap 
 | 
  
   
Medium
  bubur penyerap 
 | 
  
   
Perbandingan,
  gram dalam ml 
 | 
 
| 
   
Silika gel 
 | 
  
   
Metilena klorida : methanol (2:2, v/v) 
 | 
  
   
35 gr dalam 100 ml 
 | 
 
| 
   
Serbuk selulosa 
 | 
  
   
Metilena klorida : methanol (50:50, v/v) 
 | 
  
   
50 gr dalam 100 ml 
 | 
 
| 
   
Alumina  
 | 
  
   
Metilena klorida : methanol (70:30, v/v) 
 | 
  
   
60 gr dalam 100 ml 
 | 
 
Sifat
yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat
tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1  –  25
mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah
menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang
sangat halus akan mengakibatkan aliran 
pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan
aliran pelarut yang lebih cepat. 
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam
kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :    
 Tabel 2.2 Macam-macam penyerap untuk
kromatografi lapisan tipis
| 
   
Zat
  padat 
 | 
  
   
Digunakan
  untuk memisahkan 
 | 
 
| 
   
Silika 
 | 
  
   
Asam- asam amino, alkaloid, gula,  
asam-asam lemak, lipida, minyak  
esensial, anion, dan kation organic,  
sterol, terpenoid. 
 | 
 
| 
   
Alumina 
 | 
  
   
Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,  
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam  
amino 
 | 
 
| 
   
Kieselguhr 
 | 
  
   
Gula, oligosakarida, asam- asam  
lemak, trigliserida, asam -asam  
amino, steroid. 
   
 | 
 
| 
   
Bubuk selulosa 
 | 
  
   
Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida 
 | 
 
| 
   
Pati 
 | 
  
   
Asam-asam amino 
 | 
 
| 
   
Sephadex 
 | 
  
   
Asam-asam amino, protein 
 | 
 
Silika Gel. 
Merupakan penyerap yag paling banyak dipakai dalam kromatografi lapisan
tipis. Sebagian besar silika gel bersifat sedikit asam maka asam sering agak
mudah dipisahkan. Adapun pengikat yang digunakan adalah kalsium sulfat dan
kebanyakan biasanya  pada saat membeli
telah diberi pengikat. 
Alumina. Salah satu penyerap yang dipakai untuk
pemisahan basa dan terdapat dalam beberapa bentuk modifikasi. Alumina dapat
diperlakukan memakai asam klorida untuk diubah menjadi bentuk asam atau memakai
asam nitrat untuk diubah menjadi bentuk netral. Dalam menggunakan alumina
biasanya dapat ditambah dengan pengikat saat membeli di toko-toko perdagangan
kimia.
C.   INSTRUMENT
KLT(5)
1.     
Detektor 
Detektor
pada alat TLC Scanner 3 CAMAG menggunakan photomultipliers. Komponen didalam
phot omultipier (PMT) sendiri adalah photomultiplier tube (tabung vakum
photomultiplier), photocathode (katoda metalik yang terbuat dari bahan logam
multi alkali), struktur dynode (berbentuk lempengan cekung) dan anoda (memilki
spectral sensitivity 185-850 nm).  
Prinsip
kerja dari PMT adalah permukaan logam katoda 
disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari
permukaannya, yang biasa disebut dengan efek fotoelektrik dengan kondisi hampa
udara.
Gambar
2.2  Konstruksi  photomultiplier tube dan bentuk fisik
photomultiplier. 
Elektron
yang terpancar dan terlepas karena adanya sekumpulan energi yang timbul dan
dikuatkan oleh susunan komponen dynode (linier -focused type) secara berurutan
dan keluar mengenai anoda. Elektron tersebut terikat dalam logam dengan energi
W (eV), yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function), logam yang berbeda
memilki fungsi kerja yang berbeda pula. Dan logam katoda yang digunakan sebagai
permukaan fotosensitif, dibawah panjang gelombang pancung  (cutoff 
wavelength)  λc, sembarang sumber
cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya pemancaran
fotoelektron.     
Cahaya
yang masuk difokuskan dengan melewati focusing electrode dan elektron 
mengenai dynode
pertama kemudian dipantulkan dan dipancarkan ke dynode kedua sampai ke dynode
yang terakhir (proses pengalian) sehingga terjadi muatan elektron yang lebih
besar dan timbul tegangan.   
2.     
Monokromator
Monokromator
adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak
dan infra merah adalah serupa, yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan
prisma atau grating. Terdapat 2 macam monokromator yaitu monokromator prisma
Bunsen dan monokromator grating Czerney-Turney
Gambar
2.3 Komponen Monokromator secara umum
Gambar
2.4 Monokromator dengan grating
Fungsi
prisma adalah untuk memisahkan sinar polikromatis dari sumber cahaya menjadi
sinar monokromatis.   Bila seberkas
cahaya dilewatkan melalui sebuah prisma, maka cahaya tersebut akandiuraikan
menjadi beberapa warna (terdapat berbagai warna merah, jingga, hijau,
biru,  dan lain-lain).  
Gambar
2.5 Grating (modus refleksi)
Beda lintasan
(modus refleksi) :  
              AB+CD
= a(sin (θm) + sin (θi))                          (2.1) 
 Sehingga kondisi untuk puncak maksimum
menjadi: 
                 a(sin (θm ) + sin (θi)) = m λ                               (2.2)
3.     
Absorbansi 
Penyerapan
hanya terjadi jika energi foton yang datang cocok dengan energy yang diperlukan
untuk memindahkan satu elektron terluarnya dari tingkat dasar ke tingkat
tereksitasi (atau dari pita valensi ke pita konduksi di dalam zat padat).   Dengan 
spektroskopi
dari cahaya transmisi bisa diketahui tingkat/pita energi dari suatu
atom/molekul/zat padat. 
Gambar
2.6 Proses terjadinya energi dengan bahan
Berkas
radiasi elektromagnet bila dilewatkan pada sampel kimia maka sebagian akan
terabsorpsi. Energi elektromagnet yang ditransfer ke molekul sampel akan
menaikan tingkat energi (tingkat tereksitasi). Molekul akan dieksitasi sesuai
dengan panjang gelombang yang diserapnya.  
Rumus yang
digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap: 
E =
h x ν = h x C /λ = h x C / v                          (1.3)
dimana, E =
energi yang diserap   
               h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34
 v = frekuensi 
              C
= kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/det  
              λ
= panjang gelombang   
              ν
= bilangan gelombang  
Gambar
2.7 Hubungan antara absorbance dengan penjang gelombang  
 Absorbansi dengan simbol A dari suatu larutan
merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It. 
A =
log (1/T) = log (Io/It) = -  log (T)        (1.4)
             dimana,             A   = Absorbansi / serapan  
Io  = Intensitas sinar yang datang  
                                      It
= Intensitas sinar yang diteruskan 
                                      T = Transmitance / transmitansi   
4.     
Transmitansi
Apabila
suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu
larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga
intensitas radiasi yang  diteruskan It
menjadi lebih kecil dari Io. 
Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi
yang diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu : 
                                     T = It/Io                                     (2.5) 
Transmitansi
biasanya dinyatakan dalam persen (%). 
D.    TLC Scanner 3 CAMAG
Alat TLC Scanner
3 CAMAG, terdiri atas bagian -bagian elektronik, yaitu :  
·        
A compartment for plate positioning (with motor driver). 
·        
Optical system. 
·        
Three light source ( Deuterium lamp, Tungsten  – 
halogen lamp, Mercury vapor lamp). 
·        
Scanner setup.  
Terdapat 2 macam
cara sistem kerja / sistem pengukuran TLC Scanner 3 CAMAG, a ntara lain : 
1.   Absorbance Mode. 
2.   Fluorescence Mode.
Gambar 2.8 TLC Scanner 3 (CAMAG)  (Service Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)
 Absorbance
Mode 
Setelah
sampel pada plat TLC mengalami pemisahan, selanjutnya plat TLC dimasukkan
kedalam alat TLC Scanner untuk dilakukan pengukuran. Dan ditentukan range
panjang gelombang, lalu di start/ dimulai. Prinsip kerja dengan cara
absorbance, yaitu energy cahaya   dari
sumber lampu yang telah dipilih masuk ke monokromator (M) kemudian cahaya yang
keluar dari monokromator akan mengenai mirror dan 
dipantulkan
menurun mengenai dan melalui Beam Splitter dan langsung mengenai permukaan
putih pada plat TLC yang kemudian akan dipantulkan ke detektor pengukuran.
Sebagian cahaya yang mengenai Beam Splitter dipantulkan ke reference 
detektor.
Reference detektor berfungsi untuk mengatur sensitivity / kepekaan cahaya
secara otomatis pada detektor pengukuran sehingga mendapatkan  pancaran cahaya lampu yang tepat pada panjang
gelombang tertentu. Kedua detektor memakai photomultiplers yang mana lebih
sensitive dengan range panjang gelombang yang besar. 
Energi
cahaya yang dipantulkan dideteksi oleh photomulplier, yang mana photon memukul/mengenai
katoda photomultiplier dan dikuatkan oleh dynodes. Kemudian kromatogram (sampel
pada plat) discan dan timbul perbedaan tegangan yang dihasilkan pada detektor
yang mana diplot sebagai fungsi posisi pengukuran untuk hasil dari sebuah
absorption  scan. Jika backgr ound plat
discan, intensitas cahaya yang penuh dipantulkan kembali dan menghasilkan sinyal
100% karena disana tidak ada zat yang menyerap cahaya. Bila daerah kromatogram
discan kemudian akan menyerap bagian penyinaran cahaya dan memancarkan
intensitas cahaya rendah daripada background plat kemudian akan menghasilkan
sinyal pada detektor.   
Sistem
scanning bekerja berdasarkan pergerakan plat TLC pada compartment secara
otomatis dan mempunyai posisi yang dapat diatur terhadap sumbu x dan y. Plat
TLC / objek pengukuran yang berada pada compartment digerakkan oleh motor
stepper yang terletak dibawah sorotan lampu.
Gambar 2.9 Diagram TLC Scanner 3 absorbace mode  (Service
Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)
Absorbance
adalah perbedaan diantara cahaya yang terjadi dan cahaya yang terserap diukur
sebagai fungsi karakteristik zat. Dengan kata lain, absorbance adalah perbedaan
diantara pantulan cahaya yang diukur dari tempat yang kosong pada plat TLC dan
pantulan cahaya dari zat pada plat TLC yang sama.    
Flourescence Mode 
Prinsip
kerja dengan cara fluorescence sama dengan cara absorbance, yaitu pada saat
melakukan scan pada suatu zat pada plat TLC, background plat tidak ada sinyal
karena adanya panjang gelombang yang tidak diperlukan akan dihalangi oleh
filter. 
Jika
daerah fluorescent (sampel pada plat) mengalami scanning maka akan memancarkan
cahaya yang akan masuk dan melewati filter kemudian menghasilkan sinyal pada
detektor. Pengukuran fluorescent ini hanya untuk menganalisa zat yang tidak
tampak.
Gambar 2.10  Diagram TLC Scanner 3 fluorescence mode  (Service
Manual Book TLC Scanner 3 CAMAG)
              Hasil
sinyal output dari detektor dihubungkan dengan perangkat elektronik seperti
amplifier dan A/D Converter.  Setelah
sinyal output dari detektor masuk ke A/D Converter, lalu sinyal output (analog)
ini akan diubah menjadi sinyal digital, yang mana akan dihubungkan langsung ke
PC melalui connection serial interface RS232. Dengan 
didukungnya
software WinCATS maka dapat mengetahui nilai konsentrasi zat dan dapat menampilkan
gambar Peak (puncak kromatogram), yang mana gambar peak ini berbentuk mirip
dengan kurva Gaussian, yang menunjukkan karakteristik tersendiri dari zat yang
diukur.
E.  PELAKSANAAN KLT
1.  Fase Diam (1)
Fase diam yang digunakan
dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara
10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.
Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.
Tabel 2.3 Beberapa penjerap fase diam
yang digunakana pada KLT
| 
   
Penjerap 
 | 
  
   
Mekanisme
  Sorpsi 
 | 
  
   
Penggunaan 
 | 
 
| 
   
Silika gel 
 | 
  
   
Adsorpsi 
 | 
  
   
Asam amino, hdirokarbon, vitamin, alkaloid 
 | 
 
| 
   
Silika modifikasi dengan hidrokarbon 
 | 
  
   
Partisi termodifikasi 
 | 
  
   
Senyawa-senyawa non polar 
 | 
 
| 
   
Serbuk selulosa 
 | 
  
   
Partisi 
 | 
  
   
Asam amino, nukleotida, akrbohidrat 
 | 
 
| 
   
Alumina 
 | 
  
   
Adsorpsi  
 | 
  
   
Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid 
 | 
 
| 
   
Kieselgur 
 | 
  
   
Partisi  
 | 
  
   
Gula, asam-asam lemak 
 | 
 
| 
   
Selulosa penukar ion 
 | 
  
   
Pertukaran ion 
 | 
  
   
Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam 
 | 
 
| 
   
Gel sephadex 
 | 
  
   
Eksklusi  
 | 
  
   
polimer, protein, kompleks logam 
 | 
 
| 
   
β-siklodekstrin 
 | 
  
   
Interaksi adsorpsi stereospestik 
 | 
  
   
Campuran enansioner 
 | 
 
2.  Fase Gerak (1)
Fase gerak pada KLT dapat
dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang
diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
·        
Fase gerak harus mempunyai
kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
·        
Daya elusi fase gerak harus
diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan.
·        
Untuk pemisahan dengan
menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas  fase 
gerak akan  menentukan  kecepatan 
migrasi  solute  yang berarti 
juga  menentukan  nilai 
Rf.  Penambahan  pelarut 
yang  bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
·        
Solut-solut ionik dan
solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut  sebagai 
fase  geraknya,  seperti 
campuran  air  dan 
methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat
atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan
asam.
3.  Aplikasi (Penotolan) Sampel (1)
Untuk memperoleh
roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika
volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl,  maka 
penotolan  harus  dilakukan 
secara  bertahap  dengan 
dilakukan pengeringan antar totolan.
4.  Pengembangan (1,4)
Bila sampel telah ditotolkan
maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi
yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng
tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih
0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah
berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus
tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan
tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan  fase
gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah
mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase
gerak telah jenuh.
Gambar  berikut 
ini  menunjukkan  posisi 
dari  totolan  sampel, 
posisi lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :
Gambar
2.11 Lempeng dalam
beaker(chamber) dengan garis pembatas penotolan
sampel dan batas eluen.
Gambar 2.12 : Lempeng
dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas ataspengelusian.
5.  Deteksi Bercak (1,4)
Deteksi bercak pada KLt
dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa  digunakan 
adalah  dengan  mereaksikan 
bercak  dengan  suatu pereaksi melalui cara penyemprotan
sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan
bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar
ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa    yang dapat berfluorosensi, membuat bercak
akan terlihat jelas.
   Berikut
adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
·          
Menyemprot  lempeng 
KLT  dengan   reagen 
kromogenik   yang  akan bereaksi secara kimia dengan solute yang
mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna.
Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan
warna dan intensitas warna bercak.
·          
Mengamati lempeng dibawah
lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang  emisi 
254  atau  366 
untuk  menampakkan  solute 
sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar
yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam
bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut
yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi
atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah
dilakukan pengembangan.
·        
Menyemprot lempeng dengan
asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi
solute-solut organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklat-coklatan.
·        
Memaparkan lempeng dengan
uap iodium dalam chamber tertutup.
·        
Melakukan  scanning 
pada  permukaan  lempeng 
dengan  densitometer, suatu   instrument  
yang   dapat   mengukur  
intensitas   radiasi   yang direfleksikan dari permukaan lempeng
ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu
menyera[p sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
Berikut ini adalah gambar
lempeng dengan menggunakan penampak bercak dengan pendarfluor dan cara kimia (penyemprotan ) :
  Gambar 2.13 :
Penampakan bercak dengan penyemprotan
Gambar 2.15 :
Penampakan bercak dengan paparan sinar UV
6.  Perhitungan Nilai Rf (4)
Senyawa
-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi
kimia dan reaksi -reaksi warna. Pada 
umumnya untuk identifikasi senyawa menggunakan harga Rf. Harga Rf
didefinisikan sebagai berikut : 
Rf = jarak
yang ditempuh oleh komponen
     
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Harga
Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga -harga standard.
Perlu diperhatikan bahwa harga -harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk
campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun demikian harga
Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh.  Senyawa standard biasanya memiliki
sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada
kromatogram.   
Dalam
kromatografi lapisan tipis perlu mengusahakan atmosfer bejana dalam keadaan
jenuh dengan uap pelarut. Bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap
pelarut dan digunakan pelarut campuran maka akan terjadi pengembangan dengan
permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat dibagian
tepi-tepi plat daripada dibagian tengahnya. Keadaan ini harus dicegah karena
dapat menimbulkan tidak ratanya dalam memisahkan tiap -tiap senyawa / sampel.
Nilai Rf dinyatakan hingga
angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan
pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
Gambar 2.16 :
Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen.
7.   Alternatif Prosedur KLT (1)
Adanya variasi prosedur
pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan  resolusi, sensitifitas,  kecepatan, reprosudibilitas dan selektifitas.
Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi, Pengembangan kontinyu dan
Pengembangan gradient.
KLT 2 dimensi atau KLT 2
arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen
solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga
hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak
yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga
memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas
yang berbeda.
Pengembangan kontinyu
dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus pada lempeng
KLT melalui suatu wadah (biasanya 
alas  tangki)  melalui 
suatu  lapisan  dan 
dibuang  dengan  cara tertentu pada ujung lapisan.
Pengembangan gradient
dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan
utama system ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian
untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit.
F.    PENGGUNAAN KLT
Penggunaan umum KLT adalah
untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa,
memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan
kondisi yang sesuai  untuk  kromatografi 
kolom,  serta  memantau 
kromatografi  kolom, melakukan
screening sampel untuk obat.(1)
Analisa kualitatif dengan
KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa  baku. 
Parameter  pada  KLT 
yang  digunakan  untuk 
identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
2  cara, yaitu mengukur bercak langsung
pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry
dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak
dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan
untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan
yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif.
Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan
dilakukan analisis lanjutan.(1)
Saat ini metode KLT semakin
berkembang dengan hadirnya KLT-KT (Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi),
dimana cara ini lebih efisien  dan dengan
menghasilkan analisa yang lebih baik dibandingkan KLT biasa.
G. TEMULAWAK
Temulawak telah lama diketahui
mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu  curcuminoid dan minyak atsiri. Curcuminoid
terdiri atas senyawa berwarna kuning curcumin dan turunannya
(desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin). Curcuminoid yang memberikan  warna kuning pada rimpang bersifat
antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang, mengandung anti
-oksidan. Sedangkan minyak atsiri berbau dan berasa yang khas. 
Kandungan minyak atsiri pada rimpang
temulawak 3- 12% Sedangkan untuk curcuminoid, dalam temulawak 1-2%. Untuk
menentukan persentase ini dilakukan pemanasan pada temperatur 50-55 ºC , supaya
tidak merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari
curcuminoid.   
Kajian dan penyelidikan atas temulawak
(Curcuma xanthorrhiza)   membuktikan
bahwa rimpangnya mengandungi banyak zat kimiawi yang memberikan pengaruh
positif terhadap organ dalam manusia seperti empedu, hati dan pankreas. Selain
itu dapat menambah selera makan, berkemampuan merangsang perjalanan sistem
hormon metabolisme dalam tubuh. Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah
protein pati sebesar 29 -30 persen, curcumin satu sampai dua persen, dan minyak
atsirinya antara 6 hingga 10 persen. Daging buah / umbi (rimpang) temulawak
bentuknya bulat seperti telur dan beruku ran besar dan mempunyai beberapa
kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang
sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida,
foluymetik karbinol. Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang
mengharumkan, sedangkan kandungan flavonoida-nya berkhasiat menyembuhkan
radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Komponen utama rimpang
temulawak adalah :  
·        
Pati 48.18%  - 
59.64% :  membantu proses
metabolism dan fisiologi organ badan.  
·        
Protein 29.00% - 30.00%  
·        
Serat kasar mineral
2.58%  - 
4.83% : memulihkan kecergasan badan (bersifat tonik).   
·        
Curcuminoid 1.60%  - 
2.20%  :  melancarkan proses pencernaan tubuh.  
·        
Minyak asiri 6.00% -  10.00% 
:  meningkatkan fungsi ginjal  
·        
Phelandren  : 
melancarkan penge luaran toksik dalam tubuh melalui air kencing.  
·        
Turmerol :  membantu proses metabolisme 
·        
Borneol :  memulihkan kesehatan tubuh badan akibat
serangan penyakit.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Metodologi Penelitian
Adapun metodologi yang digunakan pada  penelitian ini dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut :
Gambar 3.1 Diagram Alir
Metodologi Penelitian
B.  Peralatan dan Bahan
Terdapat beberapa peralatan dan bahan yang
digunakan untuk menunjang penelitian ini. Peralatan  dan bahan yang digunakan meliputi :  
1.  
Plat lapisan tipis ukuran 20 x 20 cm, tebal 0.1-2 mm, yang terbuat dari
plat aluminium tipis  dan telah dilapisi
silika gel. 
2.   Serbuk
standard curcuminoid.  
3.   Sampel yang
akan dianalisa, berupa serbuk temulawak. 
4.   Solvent /
pelarut (sesuai dengan perlakuan sampel tertentu).  
5.   Micropipet
100 µl. 
6.   Bejana
kaca. 
7.   TLC Scanner
3 CAMAG.
C.  Prosedur Persiapan dan Inject Sampel
Gambar 3.2 Diagram Persiapan dan Inject
Sampel
Sebelum melakukan prosedur ini, plat lapisan tipis
yang digunakan adalah dengan ukuran 20 x 10 cm (dibagi menjadi 2 yang semula
ukurannya 20 x 20 cm) lalu menyiapkan standard curcuminoid dan sampel temulawak
masing-masing 1000 ppm dan menginjeksikan sampel tersebut, yaitu sebagai
berikut :   
1.        
Ambil standard curcuminoid sekitar 5 µl dari 1000 ppm dengan menggunakan
pipa kapiler kaca / micropipet. 
2.        
Plat lapisan tipis diletakkan diatas permukaan yang datar. 
3.        
Tentukan jarak 10 mm dari bagian bawah plat lalu batas kanan dan kiri 15
mm (untuk 
meneteskan 9 standard) dan batas sampel
satu dengan yang lain 15.4 mm dengan menggunakan pensil.  
4.        
Untuk penempatan sampel, ujung penetes (micropipet) tepat sedikit diatas
permukaan 
lapisan tipis kemudian teteskan ( inject )
sampel standard yang berada didal am pipa kapiler kaca / micropipet  tersebut sebesar 0.1 µl (sampel
pertama).  
5.        
Biarkan beberapa saat hingga kering (untuk sampel standard yang
diketahui konsentrasinya) sampai beberapa kali dengan nilai konsentrasi yang
berbeda-beda (0.1  –  0.9 µl). 
6.        
Lakukan hal yang sama pada sampel yang belum diketahui nilai
konsentrasinya, yaitu sampel temulawak sebanyak 3 kali dengan meneteskan /
inject masing -masing sebesar 20 µl).  
7.        
Setelah dilakukan prosedur diatas (langkah no. 1- 6) maka secara
langsung melanjutkan langkah  prosedur
pemisahan sampel. 
Untuk membuat larutan standard 1000 ppm dari  melarutkan 10 mg serbuk standar curcuminoid
dengan pelarut metanol 10 ml sedangkan untuk sampel 1000 ppm dari melarutkan
100 mg serbuk sampel temulawak dengan pelarut metanol 5 ml.
    
Gambar
3.3 Standard curcuminoid dan sampel temulawak yang diinjeksikan pada plat
D.  Prosedur Proses Pemisahan Sampel
Gambar 3.4 Diagram Proses Pemisahan
Proses Pemisahan Sampel ini dimaksudkan dengan cara
pengembangan / penguraian sampel didalam bejana, yaitu sebagai berikut : 
1.     
Plat lapisan tipis yang telah ditetesi sampel tersebut dimasukkan
kedalam suatu bejana yang berisi pelarut (heksane dan etil asetat ; 1:1) yang
dalamnya sekitar 0.8 cm yang bertindak sebagai fasa gerak.  
2.     
Tinggi pelarut dalam bejana harus dibawah titik sampel yang berada pada
plat lapisan tipis. Jangan sampai titik sampel tercelup dalam pelarut.  
3.     
Bejana ditutup dengan penutup dan pelarut dibiarkan merambat naik
melewati sampel sampai kira-kira tiga per empat plat lapisan tipis.  
4.     
Setelah pelarut naik sampai hampir ujung atas lapisan (sekitar ± 8 cm),
lapisan tipis diambil dari bejana sehingga terdapat penampakan
uraian/pengembangan sampel, waktu rata-rata untuk plat lapisan tipis pada
silika gel adalah sekitar 20-30 menit. Biarkan beberapa saat hingga kering.
Gambar
3.5 Hasil pemisahan standard curcuminoid dan sampel temulawak pada plat  
E.     Proses Pengukuran (Scan ) Standar dan Sampel
Gambar 3.6. Diagram proses pengukuran
Sebelum 
memulai scan spektrum terlebih dahulu mengatur posisi scan pada sumbu y
didalam program WinCATS : 
–  Batas scan
awal  = 21.6 mm  
–  Batas scan
akhir = 38.6 mm 
Setelah itu, plat dimasukkan kedalam alat
TLC Scanner dan terlebih dahulu melakukan 
pengukuran spektrum. Pengukuran ( scan ) spektrum yang dimaksud adalah
perbedaan diantara pantulan cahaya yang diukur dari tempat yang kosong pada
plat TLC dan pantulan cahaya dari zat / sampel pada plat TLC yang sama.   
Untuk pengukuran spektrum sampel pertama
dengan cara pilih sumber cahaya lampu Tungsten -Halogen (range panjang
gelombang 350 -800 nm) dengan setting 200 -600 nm lalu start maka alat akan
mengukur spektrum sampel pertama sampai sampel berikutnya. Pengukuran diawali
dengan mengatur panjang gelom bang 200 nm oleh monokromator dan secara bertahap
berpindah ke panjang gelombang berikutnya (210,220,dst) sampai mencapai panjang
gelombang terakhir (600 nm). Setelah selesai sampai sampel yang terakhir maka
akan menampilkan gambar spektrum masing-masing sampel. Kemudian pilih panjang
gelombang puncak dari gambar tersebut, yaitu 425 nm. Setelah melakukan
pengukuran spektrum selanjutnya dilakukan scanning standard dan sampel dengan
cara energi cahaya dari sumber cahaya lampu Tungsten -Halogen (range panjang
gelombang 350 -800 nm) dengan setting 425 nm masuk ke monokromator kemudian
cahaya yang keluar dari monokromator akan mengenai mirror dan dipantulkan
menurun mengenai dan melalui Beam Splitter dan langsung mengenai permukaan
putih pada plat TLC yang kemudian   akan
dipantulkan ke detektor pengukuran. Sebagian cahaya yang mengenai Beam Splitter
dipantulkan ke reference detektor. Reference detektor berfungsi untuk mengatur
sensitivity / kepekaan cahaya secara otomatis pada detektor pengukuran sehingga
mendapatkan  pancaran cahaya lampu yang
tepat pada panjang gelombang tertentu. Kedua detektor memakai photomultiplers
yang mana lebih sensitive dengan range panjang gelombang yang besar.  
Pada saat proses scan, compartment pembawa
plat bergerak perlahan dari ujung sampel pertama mengenai dan melewati cahaya
slit sampai akhir sampel dan setelah itu akan menampilkan peak/kurva (karena
menghasilkan sinyal < 100%) lalu bergerak kembali menuju sampel kedua tetapi
sebelum itu cahaya slit mengenai permukaan putih pada plat /  background plat dan tidak membentuk
peak/kurva (karena menghasilkan sinyal 100%). 
Setelah selesai melewati permukaan putih,
selanjutnya cahaya slit  mengenai sampel
kedua sampai akhir sampel dan menampilkan lagi peak/kurva, begitu seterusnya
sampai sampel  yang terakhir. Peak /
kurva yang didapat adalah berbentuk kurva terbalik karena pada saat scan sampel
cahaya menyinari sampel lalu sampel menyerap sebagian cahaya dan memantulkan
cahaya ke detektor sehingga  menghasilkan
energi yang dipantulkan sampel lebi h kecil daripada energi datang saat
menyinari sampel. Oleh karena itu, detektor dilengkapi dengan rangkaian inverter,
yang berfungsi sebagai pembalik kurva menjadi keatas sehingga menampilkan
peak/kurva keatas seperti kurva gaussian dan sekaligus untuk mempermudah dalam
pembacaan.        
Hasil kedua sinyal output dari detektor
timbul perbedaan tegangan yang mana diplot sebagai fungsi posisi
pengukuran  dan  dihubungkan dengan perangkat elektronik
seperti amplifier sebagai penguatan sinyal lalu dihubungkan ke  A/D Converter, untuk mengubah sinyal analog
(tegangan) dari amplifier menjadi sinyal digital yang mana dapat dibaca dan
dihubungkan langsung ke PC melalui connection serial interface RS232. Dengan
didukungnya software WinCATS yang terdapat pada PC maka da pat menampilkan  gambar peak (puncak kromatogram) dari sampel
tersebut serta area spektrum warna sampel dengan panjang gelombang tertentu,
yang mana gambar peak/kurva ini berbentuk mirip dengan kurva Gaussian, yang
menunjukkan karakteristik tersendiri dari  
senyawa yang diukur. 
Sistem scanning bekerja berdasarkan
pergerakan plat TLC pada compartment secara otomatis dan mempunyai posisi yang
dapat diatur terhadap sumbu x dan y. Plat TLC / objek sampel pengukuran yang
berada pada compartment digerakkan oleh motor stepper yang terletak dibawah
sorotan lampu.   
F.     Hasil Pengukuran (Scan ) Standar dan Sampel
Gambar 3.7 Bentuk spektrum 12 sampel yang
diukur
Gambar
3.8 Data Hasil Pengukuran Spektrum
Pada
gambar spektrum diatas adalah hasil pengukuran (scan) spektrum standard dan
sampel mulai dari panjang gelombang 200 – 
600 nm, yang mana dapat ditentukan nilai panjang gelombang yang memiliki
kesamaan pada puncak spektranya (425 nm).
Gambar
3.9 Kurva Standard Curcuminoid 1
Gambar
3.10 Kurva Standard Curcuminoid 2
Gambar
3.11 Kurva Standard Curcuminoid 3
Dari
kurva standard diatas adalah hasil pengukuran (scan) dengan menggunakan panjang
gelombang 425 nm.  
Gambar
3.12  Kurva Sampel Temulawak 1
Gambar
3.13  Kurva Sampel Temulawak 2
Gambar
3.14   Kurva Sampel Temulawak 3
Dari
ketiga kurva sampel temulawak diatas diukur dengan menggunakan panjang
gelombang 425 nm dan gambar 3.21 dibawah ini adalah kurva keseluruhan dari 12
macam sampel (9 standard dan 3 sampel) dengan tampilan 2 dimensi.
Gambar   3. 15 Kurva Standard dan Sampel secara
keseluruhan
Untuk gambar  kurva 
standard dan sampel diatas dengan menggunakan panjang gelombang 425 nm.
Panjang gelombang tersebut didapat dari hasil pengukuran (scan) spektrum 12
sampel dan diperoleh panjang gelombang puncak sebesar 425 nm.
BAB
IV
ANALISI
DATA DAN PEMBAHASAN
A.    Analisis Data
1.     
 Data Senyawa Standard Curcuminoid
dan Senyawa Temulawak. 
Untuk plat lapisan tipis menggunakan plat aluminium
tipis dengan ukuran 20 x 10 cm (dibagi menjadi 2 yang semula ukurannya 20 x 20
cm), dan membuat batas kanan dan  kiri
1.5 cm, batas bawah dan atas 1 cm  dari
titik sampel ke tepi plat.
Tabel.
3.1 Data Berat Senyawa dan Area
| 
   
No. 
 | 
  
   
Nama Senyawa 
 | 
  
   
Berat senyawa (ng) 
 | 
  
   
Area 
 | 
 
| 
   
1. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 1 
 | 
  
   
100 
 | 
  
   
7500 
 | 
 
| 
   
2. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 2 
 | 
  
   
200 
 | 
  
   
13132.34 
 | 
 
| 
   
3. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 3 
 | 
  
   
300 
 | 
  
   
17018.33 
 | 
 
| 
   
4. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 4 
 | 
  
   
400 
 | 
  
   
20668.43 
 | 
 
| 
   
5. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 5 
 | 
  
   
500 
 | 
  
   
22902.21 
 | 
 
| 
   
6. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 6 
 | 
  
   
600 
 | 
  
   
24620.62 
 | 
 
| 
   
7. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 7 
 | 
  
   
700 
 | 
  
   
26447.63 
 | 
 
| 
   
8. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 8 
 | 
  
   
800 
 | 
  
   
27259.92 
 | 
 
| 
   
9. 
 | 
  
   
Standard curcuminoid 9 
 | 
  
   
900 
 | 
  
   
28230.53 
 | 
 
| 
   
10. 
 | 
  
   
Temulawak 1 
 | 
  
   
712.5 
 | 
  
   
26110.21 
 | 
 
| 
   
11. 
 | 
  
   
Temulawak 2 
 | 
  
   
713.81 
 | 
  
   
26142.49 
 | 
 
| 
   
12. 
 | 
  
   
Temulawak 3 
 | 
  
   
723.55 
 | 
  
   
26382.93 
 | 
 
Gambar 4.1 Batas antara tepi plat dengan
sampel
Setelah menentukan batas sampel plat
dengan tanda pensil lalu masukkan plat kedalam alat TLC dan letakkan
diatas  compartment dan tentukan batas
kiri/kanan antara tepi plat dengan sampel (sumbu x) dan tentukan pula batas
bawah antara tepi plat dengan sampel (sumbu y) menggunakan keypad TLC atau
dapat mengatur langsung dari program (gambar 4.2), dengan nilai sumbu x se
besar 15 mm dan sumbu y sebesar 10 mm dan jarak sampel satu dengan yang lain
15.4 mm.
Gambar 4.2 Pengaturan batas sampel pada
plat
Setelah
selesai ditentukan batas sampel pada plat lalu plat diambil dan dilakukan
proses pemisahan. Selanjutnya setelah proses pemisahan selesai lalu plat
dimasukkan kembali kedalam TLC dan diletakkan di posisi compartment yang sama
dengan sebelumnya sehingga didapatkan hasil Rf :
Rf = jarak
yang ditempuh oleh komponen   =   a
     
                                         jarak yang
ditempuh oleh pelarut           b
Gambar 4.3 Jarak Rf sampel dengan pelarut
Besarnya
nilai a dan b diketahui dari hasil posit ioning yang dilakukan secara otomatis
pada TLC, yaitu nilai a = 2 cm dan nilai b = 8 cm sehingga menghasilkan nilai
Rf sebesar 0.25 untuk posisi standard curcuminoid 1 sampai 9 dan sampel
temulawak 1 sampai 2, sedangkan nilai Rf = 0.26 untuk sampel 3. Adan ya
perbedaan Rf tersebut karena posisi sampel temulawak 3 sedikit naik dibanding
dengan sampel temulawak 2 (gambar 4.9).  
Setelah
melalui proses pemisahan, sampel yang berada dipermukaan plat menjadi bentuk
berat senyawa. Dengan demikian didapatkan nilai berat senyawa   dengan rumus : (seperti pada pers.2.9) 
Berat senyawa             =
1000 ppm x 0.1 µl 
                                    =  1000 µg   
x 0.1 µl 
                                              1000 µl 
                                    = 0.1µg = 100 ng senyawa 
                                       (standard curcuminoid 1)
2.     
Hasil Pengukuran ( Scan ) Standard dan Sampel
Gambar 4.4 Kurva Standard Curcuminoid 1
Pada
gambar peak/kurva standard diatas terdapat garis merah  disebabkan karena posisi slit tidak memulai /
mengawali scan dari tepi senyawa melainkan langsung menuju ¼ bagian sampel
sehingga mempunyai peak yang tidak berawal / 
tidak sejajar. 
Sedangkan
pada gambar peak sampel terdapat 2 peak disebabkan karena adanya
ketidaktelitian dalam menentukan batas scan didalam pengaturan posisi scan
sehingga ada sebagian senyawa lain yang ikut masuk sewaktu melakukan scan
(gambar 4.6).
Gambar 4.5 Kurva Sampel Temulawak 1
Gambar 4.6 Kurva Standard dan Sampel
secara keseluruhan
Gambar
diatas adalah peak semua standard dan sampel denga n panjang gelombang 425
nm.  
3.     
Membuat Kurva Kalibrasi 
Setelah melalui proses scan maka akan  mendapatkan nilai area standard yang akan
digunakan didalam persamaan regresi linier dan  disertai pula besarnya berat senyawa standard,
yaitu sebagai berikut: 
Y = ax   + b 
dimana,  y =
Area  
a = Slope  
x = Berat Senyawa 
b = Intercept 
Untuk membuat kurva kalibrasi, terdapat 9 data hasil
area standard dan berat senyawa standard yang diketahui sebelumnya.
Gambar 4.7 Kurva Kalibrasi Standard
Curcuminoid
  Dari hasil
kurva kal ibrasi diatas didapatkan persamaan linier : 
Y = 24.69x 
+  8522 ; r = 0.95870
Gambar 4.8 Data Kurva Kalibrasi
Standard   Curcuminoid
Setelah membuat kurva kalibrasi,
selanjutnya dengan memasukkan nilai area sampel temulawak yang telah diketahui
dari proses pengukuran sebelumnya kedalam persamaan regresi linier dan hasilnya
akan didapat berupa berat senyawa sampel, 
yaitu sebagai berikut 
:   
Tabel 4.2 Berat Senyawa Sampel
| 
   
No. 
 | 
  
   
Nama Senyawa 
 | 
  
   
Berat Senyawa (ng) 
 | 
 
| 
   
1. 
 | 
  
   
Temulawak 1 
 | 
  
   
712.50 
 | 
 
| 
   
2. 
 | 
  
   
Temulawak 2 
 | 
  
   
713.81 
 | 
 
| 
   
3. 
 | 
  
   
Temulawak 3 
 | 
  
   
723.55 
 | 
 
4.     
Perhitungan Kadar 
Dari persamaan hasil regresi linier untuk
kurva kalibrasi standard, didapat hubungan antara berat  senyawa standard dengan area. Setelah
mendapatkan hasil dari kurva kalibrasi, area 
sampel dimasukkan kedalam persamaan regresi linier lalu akan mendapatkan
berat senyawa sampel kemudian dilakukan perhitungan kadar senyawa. 
Serbuk temulawak 100 mg dilarutkan kedalam 5 ml
metanol (MeOH) lalu mengambil sampel dari larutan tersebut sebesar 20 µl dengan
micropipet. (seperti pada pers.2.7)   
  5000 µl 
x  712.50 ng = 178125 ng = 0.
178125 mg 
    20 µl 
      Kadar dalam serbuk           = 0. 178125 mg   x 100 % 
                                                         
100 mg 
                                                 = 0. 178125 %  
Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar dengan TLC
| 
   
No. 
 | 
  
   
Nama Senyawa 
 | 
  
   
Kadar (%) 
 | 
 
| 
   
1. 
 | 
  
   
Temulawak 1 
 | 
  
   
0.178125 
 | 
 
| 
   
2. 
 | 
  
   
Temulawak 2 
 | 
  
   
0.178453 
 | 
 
| 
   
3. 
 | 
  
   
Temulawak 3 
 | 
  
   
0.180887 
 | 
 
| 
   | 
  
   
Rata-rata 
 | 
  
   
0.179155 
 | 
 
Pada hasil perhitungan diatas didapat
kadar  curcuminoid didalam sampel
temulawak 1 sebesar  0.178125 % dan
didalam sampel temulawak 2 sebesar 0.178453 % serta didalam sampel temulawak 3
sebesar 0.180887 %.  
B.     Pembahasan  
Setelah melalui proses pemisahan, sampel
yang berada dipermukaan plat menjadi bentuk berat senyawa dan tidak lagi
terdapat pelarut didalam sampel karena pada saat selesai proses pemisahan dan
telah dikeringkan maka pelarut dalam senyawa 
akan menguap secara sepenuhnya (sifat dari pelarut) sehingga dari besar
inject 0.1 µl yang diinjeksikan pada plat menjadi 100 ng setelah
dikeringkan.  
Dalam menentukan besar inject diusahakan
mengambil sekecil mungkin dari larutan standard (0.1  µl) dan bila menentukan besar inject yang
lebih besar maka akan terjadi tailing (spot sampel mengekor) pada saat proses
pemisahan dan nantinya akan mempengaruhi pembacaan scanner ke luasan sampel.
Spot sampel yang ideal adalah spot sampel yag berbentuk  bulat, elips, maupun  persegi. Besar inject pada sampel 20 µl
didapatkan dari trial percobaan yang dilakukan lebih dari 3 kali (untuk
mengetahui masuk tidaknya sampel didalam 
kurva kalibrasi). 
Nilai atau jarak Rf pada standard dan
sampel yang timbul perbedaan nilai Rf itu tergantung pada laju pergerakan
pelarut dalam menggerakkan dan 
memisahkan sampel, biasanya hal ini sering terjadi dan tidak
mempengaruhi pengukuran (selisih Rf ±1). Nilai Rf yang ideal atau yang
dianjurkan sebesar 0.02  –  0.08 tetapi boleh diluar range tersebut  asalkan mempunyai kurva/peak yang bagus
(kurva senyawa satu dengan yang lainnya terpisah dan memiliki jarak) dan tidak
boleh diluar range dan bila mempunyai kurva yang jelek / tidak bagus (kurva
senyawa satu dengan yang lainnya saling berhimpitan dan tidak memiliki jarak)
(ditunjukkan  pada gambar 4.5) .   
Hasil pengukuran pada kurva standard dan
sampel yang tidak sejajar / berawal dari nol disebabkan karena  posisi slit tidak memulai/mengawali scan dari
tepi senyawa melainkan langsung menuju ¼ bagian sampel  dan adanya ketidaktelitian dalam menentukan
batas scan didalam pengaturan posisi scan sehingga ada sebagian senyawa lain
yang ikut masuk sewaktu melakukan scan  (gambar
4.4). 
Keadaan ini sebenarnya tidak boleh terjadi
karena dapat mempengaruhi nilai luas area dan kadarnya. Oleh karena itu,
penting bagi orang yang melakukan pengaturan batas scan harus dilakukan sebaik
mungkin agar dapat memperoleh luas area dan kadar yang lebih baik.  
Pada proses pemisahan menggunakan campuran
pelarut heksane dan etil asetat dengan perbandingan 1:1 maka standard
curcuminoid  tidak akan pecah atau
terpisah menjadi beberapa golongan senyawa dan menjadi satu kesatuan yang utuh
(karena didalam standard curc uminoid masih ada beberapa senyawa lain, yaitu
desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin). 
Dalam memilih pelarut diharuskan untuk
menggunakan pelarut (fasa gerak) yang mempunyai sifat polar yang lebih tinggi
dari silika gel / fasa diam (bahan yang mela pisi plat) sehingga sampel dapat
dialirkan dan dipisahkan dari senyawa-senyawa yang lain tetapi bila sifat polar
dari pelarut lebih rendah dari silika gel maka sampel tidak dapat dialirkan dan
dipisahkan (karena terjadi ikatan yang saling mengikat antara p elarut dengan
silika gel). Silika gel / fasa diam mempunyai sifat polar yang baik adalah
mengandung banyak ikatan OH (plat TLC yang saat ini dipakai).
BAB V
 KESIMPULAN
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan.  Kromatografi  juga 
merupakan  analisis  cepat 
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya
yag dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik  seperti  lipida 
–  lipida  dan 
hidrokarbon  yang  sukar 
dikerjakan dengan kromatografi kertas. Pelaksanaan kromatografi lapis
tipis bisa digunakan dengan kromatogram atau perhitungan Rf atau
pengidentifikasian senyawa-senyawa. Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan
dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat
pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran
diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang
muncul. Identifikasi bercak pada lempeng kromatogram dapat dilakukan dengan
cara kimia dan cara fisika. KLT dapat digunakan untuk analisa kualitatif,
kuantitatif dan analisa preparatif.
Telah dapat
ditentukan kadar curcuminoid dengan menggunakan metode TLC. Hasil penentuan
kadar sampel yang diukur adalah kadar senyawa temulawak 1 sebesar 0.178125 %
dan kadar senyawa temulawak 2 sebesar 0.178453 % serta kadar senyawa temulawak
3 sebesar 0.180887 %.
DAFTAR PUSTAKA
1.    Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
2.    Kromatografi Lapis Tipis. 2009. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html.
diakses 27
Desember 2012.
3.   Roy  J. 
Gritter,  James  M. 
Bobbit,  Arthur  E. 
S.,  1991.  Pengantar
Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
4.  Kromatografi Lapis Tipis. 2009. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_ analisis/ kromatografi1/ kromatografi_ lapis_tipis/
. Diakses 27
Desember 2012.
5.
  Zainal
Abidin. 2011.  Analisa Pengukuran Kadar Larutan Temulawak Menggunakan Metode TLC (Thin
Layer Chromatography) . Penelitian
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fisika – 
Fakultas Teknologi Industri  Institut
Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya.
Casino Slot Machines in Riverside, CA - MapYRO
BalasHapusFind Casino Slot 경기도 출장안마 Machines in Riverside, CA and 동해 출장마사지 other places to play Casino Slot Machines 고양 출장안마 in Riverside. We have a large selection of Video Poker Machines 나주 출장마사지 and 과천 출장안마